Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13

41

mulai diabaikan dan bahkan sering dipermasalahkan. Penghayatan dan
pengamalannya semakin luntur dan membias. Pengendalian diri sebagai
kunci pokok dalam pengamalan Pancasila belum direaktualisasikan dalam
kehidupan nasional, karena lemahnya peran dan keteladanan para
pemimpin. Sementara itu upaya pemasyarakatan Pancasila secara
sistematis dan berkesinambungan tidak dapat diiaksanakan lagi karena telah
dicabut melalui TAP MPR No. 11/2000. Oleh sebab itu, hal ini merupakan
tantangan dalam mengembangkan Kepemimpinan Negarawanan Kepala
daerah dalam upaya memasyarakatkan ideologi negara dan falsafah hidup
bangsa sebagai penuntun arah Pembangunan Nasional di daerah.

e. Politik.

       Pada era Reformasi telah melahirkan euphoria kehidupan politik yang
tak terkendali dan telah berdampak kepada menguatnya potensi disintegasi
bangsa yang mengancam keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Peran serta masyarakat di bidang politik
semakin meningkat, yang tercermin dari menjamurnya Partai Politik, LSM
dan Organisasi Kemasyarakatan lainnya namun berdampak pada proses
pengambilan kebijaksanaan pemerintah yang semakin sulit karena selalu
diwamai maraknya pro dan kontra pendapat masyarakat yang diwujudkan
dalam bentuk demonstrasi dengan pengerahan massa. Disisi lain
meningkatnya peran DPRD sebagai badan legislasi dan pengawas
kebijaksanaan pemerintah di daerah terasa berlebihan, sehingga DPRD
terkesan sebagai "super body" seolah dapat memecat Kepala Daerah.
Konflik antar elite politik dan konflik internal partai-partai politik di daerah
sering berkembang menjadi konflik antar pendukung masing-masing
kelompok yang berdampak pada gangguan ketertiban masyarakat yang
dapat menimbulkan instabilitas di bidang politik dan keamanan. Kebijakan
Otonomi Daerah yang dituangkan melalui UU No. 32 dan 33 tahun 2004
belum dapat diiaksanakan dengan baik , karena belum dijiwainya esensi
otonomi daerah, yang tampil jutru arogansi dan semangat kedaerahan yang
berlebihan terutama bagi daerah-daerah surplus yang cenderung tidak
"tunduk" lagi kepada Pemerintah Pusat. Pimpinan Pusat dan Daerah telah
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17