Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2

6

 mengatakan, kasus-kasus kekerasan di STIP jauh lebih kejam dibanding
 IPDN dan sangat berbahaya, karena korban-korbannya tewas setelah
pelakunya lulus dua-tiga tahun kemudian.

          Kasus terakhir STIP adalah tewasnya siswa baru Dimas Dikita
Handoko setelah mengalami tindak kekerasan dari para seniornya. Dimas
tewas bukan di kampus melainkan di rumah kos para seniornya (setelah
sebelumnya Dimas diperintahkan untuk datang ke rumah kos tersebut oleh
para seniornya).

          Pada beberapa kasus, situasi diperumit oleh sikap pengelola institusi
tersebut yang cenderung *defensif dan ‘tertutup' demi menjaga martabat
institusi tersebut, dengan— misalnya—menolak dilakukannya visum atau
autopsi pada beberapa korban (terjadi dalam beberapa kasus di STPDN)
atau mengatakan “peristiwa terjadi di luar kampus” , padahal kasus terjadi
dalam kerangka hubungan junior-senior yang diberlakukan secara turun-
temurun (kasus STIP).

         Data kekerasan di sekolah vokasional di atas dapat
menggambarkan perlunya perubahan mental, cara pandang, kebiasaan
atau tradisi yang seolah-olah membenarkan tindakan kekerasan yang
terjadi di sekolah vokasional dan menganggap kekerasan adalah proses
penting dalam pembentukan disiplin.

         Kekerasan dan disiplin adalah dua hal berbeda. Kekerasan tidak
pernah mampu melahirkan disiplin yang didasari kesadaran dan
pemahaman mendalam akan maknanya. Kekerasan yang dijalankan
dengan maksud membentuk sikap disiplin justru akan melahirkan
ketakutan, traumatik, atau bahkan pemberontakan yang bertolak belakang
dengan niatan menanamkan pemahaman akan pentingnya disiplin. Sejarah
bangsa-bangsa di dunia membuktikan, fasisme—yang percaya kekerasan
adalah jalan terbaik membentuk sikap disiplin—dihindari banyak bangsa di
dunia untuk dipraktikkan pada masyarakat sipil atau pada mereka yang
nantinya akan diterjunkan dalam masyarakat sipil, karena hanya akan
melahirkan praktik-praktik kekerasan dalam masyarakat. Kalau pun konsep
fasisme ini digunakan (karena, misalnya, sudah mentradisi dalam
kebudayaannya), maka penggunaannya dilakukan dengan sangat hati-hati,
   1   2   3   4   5   6   7