Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
35
Lahirnya UU Nomor. 34 Th 2004 tentang TNI menambah
sistem hukum di Indonesia semakin carut marut ditengah upaya
pembangunan sistem hukum Indonesia yang masih belum sempurna.
Adanya tumpang tindih peraturan perundangan antara satu dengan
yang lainnya menyebabkan penegakan supremasi hukum harus
berjalan merangkak. Salah satu sumber dari ketidaktertiban sistem itu
adalah egoisme sektoral yang dominan semata-mata untuk
mempertahankan konsep teritorial saja. Dalam penyusunan UU
Nomor. 34 Tahun 2004 tentang TNI sekalipun dikatakan TAP VI/
MPR/ 2000 dan TAP VII/MPR/ 2000 sebagai acuan, akan tetapi
kenyataanya belum dapat mengadopsi subtansi secara utuh,
sehingga timbul kerancuan dalam berbagai pasalnya antara lain
dalam hal kewenangan mengadili.
Pada kenyataannya dalam penyusunan UU TNI tidak
mempersandingkan Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), dan UU
Nomor. 2 Tahun 2002 tentang POLRI yang ketiganya ini merupakan
sumber hukum. Akibat dari itu maka terjadi kerancuan, yakni
kewenangan TNI untuk menangani kasus pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP dan UU lainnya adalah tindak pidana yang
ketentuan dalam KUHAP hanya penyidik yang mempunyai
kewenangan menyidik. Dari hal yang sangat dilematis tersebut akan
menimbulkan pertanyaannya antara lain ketika melakukan
penangkapan, penggeledahan, serta penyidikan oleh. Polisi Militer
apakah dasar hukum yang melandasinya apa cukup dengan UU TNI,
sebab perkara pidana tidak hanya cukup bukti materiil saja, melainkan
harus dilengkapi hasil dari Laboratorium Kriminal dan aturan formil
lainnya.
Terhadap berbagai pelanggaran dari peristiwa di atas
apakah dapat di Praperadilankan, sedangkan TNI bukanlah penyidik.
Oleh karena itu dikuatirkan terjadi penangkapan secara semena-mena

