Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
30
pembakaran masjid Ahamadiyah di Jakarta Selatan, pembakaran
masjid LDII di Temanggung, pengrusakan gereja Katholik Santo
Albertus di Bekasi, pengrusakan rumah jama’ah Salafi di Lombok,
pembakaran padepokan dzikir Nasqha-bandiyah di Pandeglang.
Kasus-kasus tersebut tentu saja sangat tidak sesuai dengan
cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tertuang di dalam Pasal 28 dan
pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjadi
kemerdakaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk dan beribadat
menurut agamanya.
c. Kesejahteraan Ekonomi Yang Merata Di Antara Kelompok
Budaya
Yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam mendirikan
negara adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak
ada maknanya suatu kesejahteraan jika hanya untuk sebagian kecil
dari rakyat Indonesia, karena akhirnya yang tidak memperoleh
kesejahteraan ini akan menjadi beban dan tanggungan negara.
Ketidakadilan ekonomi dan hukum merupakan salah satu
faktor pencetus konflik. Realitas ketimpangan ekonomi dan
ketidakadilan penegakkan hukum yang berlangsung secara struktural
dan terus menerus membentuk rasa kemarahan dan kebencian pada
kelompok masyarakat yang diuntungkan. Hal ini menjadi ingatan dan
kesadaran kolektif yang akan mudah meledak apabila ada
kesempatan dan pemicunya. Kasus kekerasan terhadap etnis Cina di
Jakarta tahun 1998 dan kekerasan terhadap etnis Cina di
Tasikmalaya pada tahun 1996 dapat menjadi contoh nyata tentang
faktor ekonomi dan ketidakadilan sebagai minyak penyiram api
konflik.
Implementasi nilai multikultural ditinjau dari aspek kehidupan dinamis
bangsa Indonesia (aspek pancagatra), dapat dijelaskan sebagai berikut:

