Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17

secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian
barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian bahasa
Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas
Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat
yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka
pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia
waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa etnis Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin
yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis
dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh ABRI meski
beberapa orang Tionghoa Indonesia juga bekerja di sana. Agama tradisional
Tionghoa dilarang, Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan
Pemerintah.

          Salah satu alasan mendasar yang sering digunakan pada masa itu
ialah rasa kekhawatiran yang tinggi bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
 Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah
Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi
 sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
 oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Etnis
 Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih
 untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

           Pada masa akhir dari Orde Baru, terdapat peristiwa kerusuhan rasial
 yang merupakan peristiwa terkelam bagi WNI keturunan etnis Tionghoa.
 Dikatakan demikian, karena kerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya
 banyak korban bahkan banyak di antara mereka mengalami pelecehan
 seksual, penjarahan, kekerasan, dan lain sebagainya.

           Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat Tionghoa guna menegakĀ­
  kan supremasi hukum dalam rangka ketahanan nasional bukanlah sebuah
   12   13   14   15   16   17   18   19   20