Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
5
kasus moral susila, kasus profesionalitas, kasus money politic dalam
suksesi kepemimpinan internal, dll semakin memperlihatkan gambaran
suramnya kematangan demokrasi dalam berpartai.
Kondisi ini semakin ironis jika penulis membandingkan dengan peran
dan fungsi partai politik yang diamanatkan Undang-Undang No. 2 Tahun
2011 tentang perubahan atas Undang Undang No.2 Tahun 2008 tentang
Partai politik, yang mengamanahkan partai poitik menjalankan fungsinya,
yaitu : 1) sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat
luas; 2) sebagai penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia dan untuk kesejahteraan masyarakat; 3)
sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat; 4)
sebagai wadah partisipasi politik warga negara Indonesia; dan 5)
rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperharikan kesetaraan dan keadilan
gender.
Sikap sejumlah partai yang akhirnya mempengaruhi sikap masyarakat
umum masih mencederai hakikat demokrasi4 yang seharusnya
menciptakan situasi fair play, sportif, saling menghargai perbedaan, dan
menjunjung tinggi pendapat mayoritas dalam alam keterbukaan yang indah
berubah menjadi suasana hiruk pikuk, saling menjatuhkan, saling curiga
dan kebablasan dalam menuntut hak tanpa memperhatikan pelaksanaan
kewajiban. Dalam situasi ini, partai politik sebagai katalisator demokrasi
belum mampu berperan optimal sebagai sarana pendidikan politik bagi
anggotanya dan masyarakat luas, dan kurang berperan dalam menciptakan
iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Di lain pihak, penyampaian aspirasi politik yang menjadi hak
masyarakat dan secara prosedural disalurkan melalui partai politik atau
kader partai yang duduk di legislatif maupun eksekutif, juga dinilai belum
4 Dalam gagasan idealnya, demokrasi dengan slogan utama dari rakyat, untuk
rakyat oleh rakyat, adalah keberpihakan pada kepentingan rakyat dengan menjunjung
tinggi nilai keadilan yang memiliki landasan rasionalitas, moralitas dan etika yang kuat.
Demokrasi seharusnya mampu menciptakan situasi yang menurut John Rawls disebut
'justice as fairness yang pada intinya menegaskan bahwa kebebasan dan kesetaraan
bisa dipadukan dalam prinsip keadilan (Fahri Hamzah, 2010, Negara, Pasar dan Rakyat,
Faham Indonesia, Jakarta)

