Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
22
menolak sistem politik tertentu. Sementara komponen evaluatif
ditentukan oleh evaluasi moral yang dimiliki seseorang. Di sini, nilai
moral dan norma yang dianut dapat menentukan serta menjadi dasar
sikap dan penilaiannya terhadap sistem politik. Oleh karena itu,
diperlukan penanaman nilai-nilai moral bagi masyarakat, agar dapat
menilai dan memihak dengan benar dan arif, salah satunya melalui
institusi pendidikan. Ketiga komponen dalam objek politik yang
menjadi bagian dari indikator untuk menilai seberapa besar tingkat
budaya politik yang melekat dalam warga negara tersebut.
c. Affan Gaffar (2005).23
Affan Gaffar menyatakan bahwa budaya politik masyarakat
Indonesia terbagi menjadi tiga: hierarkhi tegar, patronage (patron-
client), dan neo patrimonialistik. Hierarki yang tegar memilahkan
dengan mengambil jarak antara pemegang kekuasaan dengan rakyat
sehingga kalangan birokrat sering menampakkan diri dengan self-
image yang bersifat benevolent. Seolah-olah mereka sebagai
kelompok pemurah, baik hati dan pelindung rakyat, sehingga ada
tuntutan rakyat harus patuh, tunduk, dan setia pada penguasa.
Perlawanan terhadap penguasa akan menjadi ancaman bagi ra k y a t.
Lebih tragis lagi, suatu upaya untuk melindungi dan mendapatkan hak
mereka sendiripun diartikan sebagai perlawanan pula. Berikutnya
Budaya politik patronage menurut Gaffar sebagai budaya yang paling
menonjol di Indonesia. Pola hubungan dalam budaya politik
patronage ini bersifat individual, yakni antara majikan dan pembantu,
atasan dan bawahan. Antara keduanya terjadi interaksi yang bersifat
resiprokal atau timbal batik dengan mempertukarkan kekuasaan,
kedudukan, jabatan dengan tenaga, dukungan, materi, dan loyalitas.
Selanjutnya adalah budaya politik neo-patrimonialistik karena negara
memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik, seperti
23 Gaffar, A. (2005). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

