Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
33
pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Namun, kewenangan yang besar bakal kehilangan makna jika tanpa diimbangi
keleluasaan daerah untuk memperoleh sumber pendanaan mandiri dan
mengalokasikannya untuk melaksanakan kewenangan tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa selama
ini dana yang disalurkan oleh pemerintah baik berupa DAU maupun DAK sudah
dapat diimplementasikan dengan baik, namun untuk membangun infrastruktur di
Aceh diperlukan perencanaan yang lebih baik, sehingga masih dapat ditemui
beberapa bangunan gedung untuk kepentingan publik maupun sekolah yang
kurang memadai, khususnya wilayah pelosok.
c. Pemberlakuan Terhadap Keberadaan Partai-Partai Lokal Rawan
Berbagai Masalah. Langkah politik sistematis ini berawal kepada lahirnya UU
No. 18 tahun 2001 yang menjadi aturan legal bagi pemberian otonomi khusus
bagi NAD. Permasalahan yang muncul kemudian adalah kedua UU tersebut
belum cukup memberikan rasa puas politik masyarakat di provinsi rawan konflik
ini, masih terdapat gejolak dan bentrok bersenjata di kedua wilayah paling ujung
Barat ini. NAD boleh jadi mengarah kepada upaya konflik politik, dalam bingkai
Nota Kesepahaman (MoU) damai yang ditandatangani di Helsinki tahun 2005,
dengan menisbikan konflik bersenjata. Hanya saja penisbian konflik bersenjata di
NAD ternyata berimplikasi lain, yakni keberadaan partai politik lokal yang akan
meramaikan bursa pencalonan Pilkada gubernur, dan Bupati/Wali kota. Aturan
dari kesepakatan Helsinki tersebut diasumsikan sebagai dua mata pisau yang
mengundang dilema.
Pertama, keberadaan partai lokal yang kemungkinan akan menjadi
kendaraan politik eks GAM, yang sejak awal tidak benar-benar tuntas untuk
menjadi bagian dari NKRI, sehingga ada kemungkinan partai politik lokal
tersebut dijadikan pintu masuk untuk membangun dukungan politik agar NAD
menjadi satu wilayah yang benar-benar merdeka dan terlepas dari NKRI,
sebagaimana tujuan awal dari perjuangan GAM. Indikasi yang paling kuat adalah
bahwa banyak dari petinggi GAM, seperti Abdullah Zaini yang selama ini
bermukim di Swedia telah “turun gunung”, dan berkunjung ke wilayah NAD, dan
menjadi elit politik yang dielu-elukan masyarakat setiap kunjungan, sementara

