Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3

19

Separatis Papua yang dilakukan oleh Benny Wenda sebagai rentetan dari pelaksanaan
konferensi Parlemen Nasional West Papua (PNWP) pada tanggal 5 April 2012 di Jayapura.

12. K ondisi Pelaksanaan O tonom i Khusus Papua Saat ini.

       a. Persepsi tentang Pepera. Hubungan antara pemerintah pusat dan
       rakyat Papua terhadang oleh ‘tembok besar’ perbedaan konstruksi politik tentang
       sejarah dan status politik Papua di dalam Indonesia. Perbedaan konstruksi antara
       nasionalis Indonesia dengan nasionalis Papua tersebut belum dinegosiasikan dan
       terus memperkuat stigmatisasi dan rasa saling curiga satu sama lain. Pada sejumlah
       kasus, unsur ketidakpercayaan di antara unsur negara dan unsur masyarakat sipil di
       Jakarta dan di Papua, bahkan di kalangan orang asli Papua sendiri, cenderung
       menguat. Ketidakpercayaan dan bahkan ‘penolakan’ untuk mengakui otoritas Jakarta
       bersumber, diantaranya, pada kontradiksi pemahaman sejarah dekolonisasi Papua
       dan ketegangan dalam pemahaman identitas kepapuaan dan keindonesiaan23

                 Dalam hal sejarah, terdapat pertentangan pemahaman sejarah integrasi Papua
       dengan Indonesia, terutama dalam kasus Perjanjian New York (New York Agreement)
       tahun 1962 dan Pepera tahun 1969. Dalam hal identitas, terdapat kontradiksi
       konstruksi dalam pemahaman keindonesiaan dan kepapuaan. Menurut nasionalis
       Papua, orang Papua tidak dilibatkan dalam Perjanjian New York dan proses Pepera
       berlangsung dengan tekanan dan kecurangan melalui pemilihan yang tidak fair
       terhadap 1.025 anggota Perwakilan Rakyat Papua. Bagi pihak NKRI, secara prinsip
       Papua sudah sah dan dengan sendirinya menjadi bagian dari NKRI sejak Proklamasi
       Kemerdekaan RI 1945 karena Papua adalah bagian dari Nederlands Indie yakni dari
       Merauke hingga Sabang yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia.

                 Kepapuaan merupakan identitas politik yang dibentuk oleh persepsi tentang
       pengalaman pada masa kolonial dan sesudahnya, yang dikonstruksi sebagai anti-
       tesis dari ke-lndonesiaan. Dalam banyak hal, kepapuaan ditekankan pada perbedaan
       ras Melanesia dengan Melayu, antara Kristen dengan Islam, dan ciri fisik rambut
       keriting dan kulit hitam dengan rambut lurus dan kulit sawo matang. Berbeda dengan
       kaum nasionalis Papua, para nasionalis Indonesia umumnya berpandangan bahwa,
       sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, perbedaan ras dan budaya Papua dengan
       Indonesia tidak menjadi masalah karena Indonesia dibangun sebagai suatu negara-

             23lbid, hal. 2 2 .
   1   2   3   4   5   6   7   8