Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
22
segalanya kepada mereka, sehingga tidak perlu bekerja keras25 Mereka berfikir hari
ini untuk hari ini.
Masyarakat asli Papua juga lebih kental dengan adat dan budaya yang
cenderung konsumtif terutama para pejabat pemerintah setelah maraknya pemekaran
daerah. Alokasi dana Otsus yang sangat besar justru lebih banyak yang
diselewengkan, sehingga pembangunan yang bersentuhan dengan kebutuhan dasar
masyarakat asli Papua menjadi terabaikan.
Sejak tanggal 1 Januari 2002 secara formal UU Nomor 21 tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mulai berlaku di Provinsi Papua26. Persoalan
yang mendasar adalah tersendatnya implementasi UU Nomor 21 tahun 2001 oleh
Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, sehingga rakyat belum merasakan
manfaat secara langsung keberadaan Undang-Undang Otsus tersebut. Tersendatnya
implementasi Otsus juga disebabkan oleh Papuanisasi birokrat di lingkungan
Pemerintah Daerah. Sejak era reformasi tahun 1998, sebagian besar pejabat di
lingkungan pemerintah daerah yang berasal dari etnis non Papua diganti oleh orang
Papua. Proses penggantian tersebut tanpa diawali dengan proses persiapan yang
baik dan bahkan kadang-kadang mengabaikan kompetensi, sehingga roda
pemerintahan dan pembangunan semakin tidak lancar.
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan solusi yang bersifat
mendasar dan terbaik saat ini untuk mengembalikan harkat dan martabat rakyat
Papua serta dalam rangka mengejar ketertinggalan Papua dari provinsi lain di
Indonesia. Dalam implementasinya, Otsus belum berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus
(Perdasus) yang merupakan aturan pelaksanaan dan penjabaran UU Nomor 21 tahun
2001 yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah Provinsi Papua bersama
dengan DPRP dan MRP, hingga saat ini belum terwujud27 Pemerintah Daerah
Papua, MRP dan DPRP meminta untuk dilakukan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dengan argumentasinya
bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Tanah
Papua selama ini belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan
rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum dan belum
2SLaporan Jumalistik Kompas,Ekspedisi tanah Papua, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.
26 Frits Berdnard Ramandey, op. cit, hal ix.
27Muridan S. Wijoyo, op. cit, hal 22.

