Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
- 34-
7) Biaya Pemilu sangat besar. Sistem ini menyebabkan
biaya Pemilu lebih mahal, sebab calon harus memberikan dana
untuk kampanye ke partai dan dana untuk kampanye pribadi.
Calon harus bersaing dengan calon dari partai yang sama dan
dengan calon dari partai lain. Politikus dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P), Eva Kusuma Sundari
menyatakan jika biaya kampanye dalam Pemilihan Umum
(Pemilu) meningkat setiap lima tahun penyelenggaraannya.51
"Dari sistem Pemilu proporsional tertutup tahun 2004 sebesar
Rp 225 juta, menjadi sistem proporsional terbuka tahun 2009
sekitar Rp 800 juta-an,"52 Angka ini di Pemilu 2014 nanti
menurut Eva Sundari akan meningkat lagi akibat persaingan
yang semakin ketat. Persaingan yang sangat ketat tentu saja
mendorong setiap calon berusaha lebih keras dengan modal
lebih banyak untuk memenangkan kursi pariemen.
8) Votegetter (Penarik Suara Pemilih). Sistem proporsional
yang memungkinkan anggota DPR digantikan oleh rekannya
satu partai jika mundur menyebabkan fenomena votegetter,
apalagi sistem pengkaderan partai masih buruk. Pada Pemilu
2014 dari Daftar Calon Sementara ( DCS ) votegetter sudah
tampak jelas dari banyak pejabat publik (menteri atau
setingkat) yang di calonkan, padahal kalau mereka terpilih
belum tentu akan duduk di pariemen. Bahkan yang sudah
duduk di DPR pun banyak yang mundur dengan berbagai
alasan. Fenomena ini juga terulang dalam DSC untuk Pemilu
legislatif 2014, dengan banyaknya selebriti dan pejabat negara
yang dicalonkan oleh partainya, bahkan pejabat yang sudah
mundur dari DPR 2009-2014 pun, mencalonkan lagi seperti
Sekjen Partai Demokrat Eddy Baskoro Yudhoyono. Tentu
sangat janggal untuk apa mencalonkan diri kalau hanya akan
51 bttp://skalanews.com/berita/detail/144039/Politikus-PDI-P-Akui-Biava-Kampanve-Selalu-
Meninokat jum’at 3 Mei 2013 pukul 19.51.
5ribld.

