Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
31
SDA yang melibatkan petani ini, 69 persen di antaranya
dengan korporasi (swasta), Perhutani 13 persen, taman
nasional 9 persen, pemerintah daerah 3 persen, instansi
lain 1 persen dan sisa 5 persen lain-lain15.
Contoh pertama lahir dari kasus Lumpur Lapindo.
Pada Agustus 2009, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur
(Jatim) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyelidikan Perkara (SP3) yang membuat penyelidikan
terhadap kasus Lumpur Lapindo tidak bisa diproses lebih
lanjut di pengadilan. Keluarnya SP3 ini menafikan analisis
yang menyatakan bahwa bencana Lumpur Lapindo terjadi
karena selubung pengeboran di sumur Banjar Panji-1 (BJP-
1) dipasang lebih pendek dari yang direncanakan,
sehingga dengan demikian, kasus Lapindo adalah sebuah
bencana industri, alias kejahatan korporasi.
Contoh kedua datang dari kasus ekspansi PT
/ Semen Gresik (SG) ke Pegunungan Kendeng Utara (PKU)
di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), dimana Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati dicoba
disesuaikan dengan kepentingan ekspansi PT SG.
Kawasan PKU yang dalam RTRW 1993-2012 Kabupaten
Pati, masuk dalam kawasan pertanian dan pariwisata, mau
diubah peruntukannya menjadi kawasan industri dan
pertambangan dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah 2009-
2029. Di sini kita melihat bahwa dokumen RTRW justru
mau disesuaikan untuk kepentingan ekspansi PT SG ke
PKU di Kabupaten Pati. Adapun contoh ketiga adalah
kemenangan korporasi dalam kasus uji materiil kasus
Lumpur Lapindo dan Sorikmas Mining di Mahkamah Agung.
lshttp://indoprogress.com/2013/10/65-konflik-sumber-daya-alam~dan-agenda-gerakan/J
diunduh Rabu, 9-7-2014 jam 22.10 wib

