Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15

17

           Dari sudut Sosiologi, agama didefinisikan secara empiris. Sosiologi tidak
  pernah memberikan definisi agama yang evaluatif (menilai). Ia tidak menjelaskan
  tentang hakikat agama, baik buruknya agama tak pernah disentuhnya. Sosiologi
  hanya mampu memberikan definisi yang deskriptif (menggambarkan apa adanya),
 yakni berfokus pada apa yang dimengerti dan dialami oleh pemeluk-pemeluknya.
 Ini berkaitan erat dengan aliran Fungsionalisme yang dengan sengaja memberikan
 sorotan khusus atas apa yang ia lihat dari agama. Dalam hal ini, agama dilihat dari
 segi fungsinya. Agama dipandang sebagai suatu institusi yang mengemban tugas
 (fungsi) agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal,
 regional, nasional maupun mondial. Fungsionalisme lebih mementingkan daya
 guna dan pengaruh agama terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan
 fungsi agama (agama-agama), cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian,
 kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud.19

         Dalam fungsi agama seperti di atas, pembangunan bidang agama yang
terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lain, sangat mendukung terwujudnya
masyarakat Indonesia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Dengan kata lain, sebagai landasan
moral yang mengajarkan kebenaran, agama berpotensi mengarahkan manusia
mengarungi samudra kehidupan dengan selamat dan sejahtera. Berdasaran fungsi
agama tersebut tampak bahwa dengan nilai-nilai spiritual, moral dan etisnya,
agama memiliki keterkaitan dengan kesejahteraan rakyat.

b. Teori Tentang Kerja Sama
     Menurut Pamudji, dalam bukunya yang berjudul “Kerja sama Antar Daerah”

(1985:12-13), pada hakikatnya kerja sama mengindikasikan adanya dua pihak atau
lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu
kerangka kerja sama , yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur
tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu objek yang
dikaji, dapat dianggap bahwa pada objek itu tidak terdapat kerja sama. Dua pihak
atau lebih selalu menggambarkan sebuah kelompok yang satu sama lain saling

19D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal. 29-30
   10   11   12   13   14   15   16   17