Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
17
suatu konteks praktis, dimana -subyek ingin membuat sesuatu. Dalam
pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada nilai; 3) Nilai-nilai
menyangkut sifat-sifat yang "ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang
dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya, karena
obyek yang sama bagi berbagai subyek dapat menimbulkan “nilai” yang
berbeda-beda pula.11
Dalam Taskap ini “nilai” adalah nilai-nilai multikultural yang digali
dari nilai-nilai luhur dari kehidupan berupa nilai ketuhanan, kemanusian,
pesatuan, kerakyatan dan keadilan. Pemahaman tentang nilai-nilai
multikultural, hakekatnya merupakan panduan bangsa Indonesia untuk
menyakini bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai multikultural akan
menjadikan kehidupan masyarakat lebih baik, sehingga disintegrasi
bangsa dapat dicegah bagi terwujudnya tannas yang tangguh.
d. Pancasila sebagai Nilai.
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia menurut Pranarka.
Sebagaimana pidato Soekarno di BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 bahwa
dasar negara harus sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia,
menempatkan Pancasila sebagai fondasi berpikir, berperasaan, dan
berperilaku sebagai bangsa dan negara Indonesia.12 Merujuk Soekarno,
nilai-nilai itu sudah ada sejak lama dan terkubur jauh karena penjajahan,
sehingga butuh digali dan dikenali kembali. Yang ditekankan adalah
Pancasila sudah mempunyai akar jauh di dalam jiwa masyarakat. Nilai-
nilai ini yang terangkai satu sama lain sehingga menjadi sistem nilai.13
Jika kemudian sila-sila dalam Pancasila adalah sekumpulan nilai-nilai
yang dijadikan pedoman masyarakat Indonesia, maka Pancasila adalah
sistem nilai yang menjadi pendorong untuk berkehidupan Indonesia.
11 K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utam a, Jakarta, 2007
12Pranarka, AM W . (1985). Sejarah pemikiran Pancasila. Jakarta. CSIS.
13 Koentjaraningrat. (1991). Pengantar antropologi. Jakarta. Rineka Cipta.

