Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
16
daya dan rezeki, kehormatan diri atau kelompok atau semua itu.
Seringkali pihak-pihak yang berada dalam semangat konflik lupa akan
tujuan utama yang ingin dicapai. Dalam keadaan konflik, yang menjadi
tujuan utama dari mereka adalah saling menghancurkan pihak lawan.
c. Teori tentang Nilai.
Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu
“nilai” adalah membandingkan dengan fakta, agar lebih mudah dalam
memahami tentang nilai. Maksudnya adalah sesuatu yang ada atau
berlangsung begitu saja. Jika berbicara tentang nilai, maksudnya adalah
sesuatu yang berlaku, sesuatu yang memikat atau mengimbau. Fakta
yang ditemui dalam konteks deskripsi, bahwa semua unsurnya dilukiskan
satu demi satu dan pada prinsipnya diterima semua orang. Nilai berperan
dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering dinilai
berbeda oleh berbagai orang atau kelompok.
Perbedaan antara fakta dan nilai dapat diilustrasikan pada waktu
dan tempat ada gunung api meletus. Hal ini merupakan fakta yang
dilukiskan secara obyektif. Misalnya bisa mengukur tingginya awan
panas yang keluar dari kawah, menentukan kekuatan gempa bumi yang
menyertai letusan, memastikan letusan sebelumnya beserta jangka
waktu interval, dan seterusnya. Sementara untuk petani, debu panas
yang dimuntahkan gunung bisa mengancam hasil pertanian yang hampir
panen (non nilai), tapi dalam jangka panjang tanah bisa bertambah subur
akibat kejadian itu (nilai). Contoh ini untuk menunjukkan perbedaan
antara fakta dan nilai. Nilai selalu berkaitan dengan penilaian seseorang,
sedangkan fakta menyangkut ciri-ciri obyektif saja. Perlu dicatat bahwa
fakta selalu mendahului nilai. Terlebih dahulu ada fakta yang
berlangsung, baru kemudian menjadi penilaian terhadap fakta itu.
Menurut pendapat K. Bertens, bahwa “nilai” sekurang-kurangnya
memiliki tiga ciri berikut : 1) NHai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak
ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga; 2) Nilai tampil dalam

