Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7

19

                     Upaya untuk melibatkan partisipasi massa itu dilakukan
           sekurang-kurangnya dengan dua cara. Pertama, mendorong
           pembentukan partai politik yang bersifat nasional. Kedua, membentuk
           aparatur negara yang bersifat nasional seperti Tentara Nasional
           Indonesia (TNI), menerbitkan surat kabar nasional, memperluas
          jaringan televisi dan menguatkan sistem pendidikan nasional.

                    Sejak tahun 1966, paham nasionalisme mulai bercirikan
          pembangunan ekonomi secara pragmatis dan teknokrat di bawah
          kepemimpinan Presiden Soeharto. Urusan stabilitas sebagai syarat
          mutlak bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan
          diserahkan kepada ABRI (TNI). Sementara itu, strategi pembangunan
          ekonomi diserahkan kepada kaum teknokrat. Kalau dulu pelopor
          gerakan adalah kaum intelektual, sekarang sudah termasuk kaum
          profesional dan pengusaha, meskipun yang dominan tetap kaum
          intelektual.

                    Dalam perspektif sejarah, nasionalisme dari periode ke periode
          memiliki panggilan zamannya sendiri, membutuhkan gaya
          kepemimpinan sendiri-sendiri pula. Gaya kepemimpinan Soekarno yang
          merupakan panggilan sejarah lebih menekankan nation and character
          building seperti persatuan dan kesatuan bangsa, sedangkan panggilan
          sejarah bagi kepemimpinan Presiden Soeharto untuk mendorong
          pembangunan ekonomi. Ketika Soeharto lengser dan digantikan oleh
          Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan kini SBY, fokus kerja
          pemerintahan lebih dititikberatkan pada persoalan roda perekonomian
          bangsa.

          b. Teori Negara Kebangsaan Pancasila7.

                   Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang
         cukup panjang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit

7Prof.DR.H.Kaelan, M.S, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bemegara, hal 203-204
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12