Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
Sejak kebijakan desentralisasi program KB diterapkan tahun 2004,
program Keluarga Berencana mengalami kemerosotan karena sulitnya
kontrol, lemahnya jalur komando birokrasi, besarnya peluang dan alasan
serta beragamnya komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap
program KB, sehingga mempengaruhi kinerja dan hasil yang dicapai.
Berdasarkan hasil penelitian BKKBN pusat yang dilakukan untuk
mengidentifikasi bagaimanakah kinerja PKB dilaksanakan pada era
desentralisasi, determinan apakah yang mempengaruhi kinerja pada
tingkat individual PKB, kecamatan, dan kab/kota, sekaligus menelaah
apakah pedoman kerja 10 Langkah PKB masih relevan di terapkan pada
era desentralisasi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa median skor kinerja PKB 2%
lebih baik dibandingkan target BKKBN dengan pertumbuhan jumlah
akseptor KB 1% per tahun. Dari total 24 variabel yang ditelaah
pengaruhnya terhadap variabel dependen kinerja PKB dalam pencapaian
cakupan calon akseptor KB, terdapat 15 variabel yang berhubungan
dengan variabel dependen secara bermakna, yaitu 9 variabel level
individual (insentif, supervisi bagi PKB, mekanisme operasional, lama
bekerja, jumlah desa binaan, jumlah kader petugas penyuluh keluarga
berencana desa (PPKBD), umur, dukungan dana desa/kelurahan, dan
pelaksanaan tugas fungsi) dan 4 variabel level kecamatan (jumlah PKB
per kecamatan, dukungan dana kecamatan, supervisi bagi Pengawas
PKB, dan keterlibatan Camat) serta 2 variabel level kab/kota
(kepemimpinan dan dukungan dana kab/kota).
Selanjutnya berdasarkan survey responden sebanyak 47%
responden PKB menyatakan pedoman tugas fungsi 10 langkah PKB perlu
revisi, 50% responden PKB menyatakan pedoman 10 langkah sudah
tidak relevan dengan situasi desentralisasi sekarang. Hasil studi
menerima hipotesis adanya perbedaan kontribusi tiap faktor tingkatan
administratif dalam mempengaruhi kinerja PKB, dan adanya hubungan
antara ketersediaan dana, dan perubahan mekanisme operasional
terhadap kinerja PKB.
26

