Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
negara, sebab pembangunan di perbatasan berdampak langsung pada
kondisi pertahanan dan keamanan negara di perbatasan.
Namun dalam realitanya, kondisi perbatasan NKRI saat ini
memprihantikan. Daerah perbatasan darat umumnya miskin
infrastruktur sehingga masyarakat di sana jauh dari sejahtera. Padahal
perbatasan itu sudah ada sejak Indonesia merdeka, bahkan sudah ada
sejak jaman kolonial Belanda. Kondisi kawasan perbatasan relatif tidak
banyak berubah, terutama kesejahteraan masyarakat, meski banyak
upaya telah dilakukan, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Daerah perbatasan juga sering dikunjungi pemangku kepentingan
(stakeholder), dari level terendah sampai yang tertinggi, baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, namun belum banyak
memberi perubahan pada wajah perbatasan, sehingga secara sinis
warga di sana mengatakan: "Hanya malaikat yang belum berkunjung
ke sini" (BNPP, 2011).5
Masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan RI-Malaysia,
misalnya, menempuh jalan pintas dari terbatasnya sarana dan
prasarana yang ada. Mereka "berpaling" ke seberang perbatasan,
menggunakan fasilitas negara tetangga. Hal ini terjadi karena sarana
dan prasarana di sana lebih baik, dan harga-harga kebutuhan pokok
lebih murah, serta lebih mudah dijangkau daripada di negeri sendiri.
Kenapa kawasan perbatasan darat di sisi Malaysia lebih baik?
Pendapatan perkapita Malaysia pada tahun 2012 sebesaar 9.700 dolar
AS, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang baru mencapai 3.542 dolar
AS. Indikator pendapatan perkapita menunjukkan negara Malaysia
lebih makmur daripada Indonesia. Kemakmuran Malaysia diwujudkan
antara lain dengan membangun fasilitas umum, dan jalan raya di
5 Pernyataan itu adalah ungkapan kepedihan dan kerisauan masyarakat di perbatasan setiap kali bertemu
dengan pejabat, politisi yang datang ke kawasan perbatasan dengan sejumlah janji dan program kegiatan.
Lihat Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Semangat Baru Mengubah Perbatasan Negara, Refleksi
dan Proyeksi, Jakarta, 2011, hal. 1
4

