Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
87
HGU dalam jangka waktu yang lama. Konflik terjadi
manakala BPN dan pemerintah daerah setempat tidak-
memberikan tegoran kepada pemegang HGU, dan di
sisi lain masyarakat merasa diperlakukan tidak adil,
karena mereka telah mengolah lahan tersebut cukup
lama dan tidak ada tindakan apapun dari pemegang
HGU, namun ketika akan melakukan panen tiba-tiba
pemegang HGU mempermasalahkannya. Selain itu
masyarakat juga merasa diperlakukan tidak adil karena
ketika mereka berusaha mendapatkan sertifikat tidak
dilayani oleh pemerintah (BPN), sementara pengusaha
dengan mudahnya dapat memperoleh HGU atas lahan
yang sangat luas, termasuk tanah yang telah digarap
oleh masyarakat. Kondisi ini merupakan ketimpangan
antara masyarakat dengan kelompok pengusaha dalam
pemanfaatan tanah yang dapat berujung pada
terjadinya konflik pertanahan. Kondisi di lapangan saat
ini banyak pengusaha yang memperoleh HGU dengan
luas sampaSribuan hektar, namun banyak yang
ditelantarkan (tidak ada kegiatan usaha di tanah
tersebut dalam jangka waktu yang lama), sedangkan di
sisi lain para petani yang membutuhkan lahan
pertanian (sebagai faktor produksi) hanya memiliki
tidak lebih dari 0,5 hektar. Ketimpangan kepemilikan
atas tanah ini dapat menyebabkan kecemburuan sosial
antara rakyat (petani) dengan pengusaha, yang
berakibat pada terjadinya konflik pertanahan.
c. Stretegi-3. Optimalisasi proses penyelesaian hukum
konflik pertanahan.
1) Mahkamah Agung meningkatkan kapasitas
kelembagaan peradilan umum, khususnya penguasaan
hakim pengadilan terhadap materi yang berkaitan

