Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
89
di pengadilan juga sering mendapatkan intervensi dari
pihak lain yang bersifat non yuridis sehingga
pengadilan diragukan sebagai benteng terakhir pencari
keadilan. Karena berbagai kendala yang dialami oleh
para pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan,
sudah saatnya alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dijadikan sebagai role model penanganan
konflik pertanahan. Cara APS yang dikenal dalam
hukum Indonesia adalah konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi atau penilaian ahli73. Menurut pendapat Prof.
Maria S. W. Sumardjono, SH., M CL, MPA., disamping
arbitrase, APS yang dapat dipilih adalah mediasi. Hal
ini karena mediasi mempunyai ciri waktunya singkat,
terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan
cara intervensi yang melibatkan peran serta para pihak
secara aktif. Selain itu secara historis kultur masyarakat
Indonesia masih menjunjung tinggi rasa kekeluargaan
dan musyawarah mufakat (pendekatan konsensus dan
win win solution) sehingga praktek mediasi sudah
menjadi hal yang biasa ditempuh oleh masyarakat
dalam menyelesaikan perbedaan pendapat. Struktur
dan mekanisme mediasi juga lebih sederhana dan
dalam sebagian besar kasus pertanahan, masalah
yang lebih menonjol adalah perbedaan kepentingan
(non yuridis) dibandingkan segi hukumnya (yuridis),
sehingga mediasi akan lebih tepat dibandingkan
penanganan secara yuridis (litigasi) di pengadilan.
3) BPN RI segera membentuk Komite Pertanahan yang
bertugas menggali pemikiran dan pandangan dari
pihak-pihak yang berkepentingan dengan bidang
pertanahan dan dalam rangka perumusan kebijakan
73 Penjelasan Bab II UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.

