Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

56

  sehingga parlemen ini menjadi ‘timpang’, ada lembaganya tetapi tidak
  difungsikan dengan optimal.

      Posisi DPD, menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasif;
  perubahan pertama oleh MPR, DPR adalah lembaga yang berwenang
  membentuk undang-undang. Sedangkan DPD sebagaimana ditentukan
  pengaturannya dalam Bab VII A UUD 1945 hasil perubahan ketiga tahun 2001
  hanya memiliki kewenangan terbatas untk memberikan pertimbangan
  mengajukan usul saran kepada DPR dan mengawasi pelaksanaan undang-
 undang tertentu.

      Melihat pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur DPD, lembaga ini
 tidak memiliki wewenang membentuk undang-undang bersama dengan DPR
 dan Presiden. Wewenang DPD terbatas dan sempit, karena DPD hanya untuk
 memberi pertimbangan. Seolah-olah DPD hanya berposisi sebagai dewan
 pertimbangan DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. UUD 1945
 secara eksplisit telah memangkas penggunaan fungsi legislasi oleh DPD.
 Pasal 20 ayat (1) dan 20 A ayat (1) menentukan bahwa kekuasaan membuat
 undang-undang atau legislasi hanyalah d i|lik i oleh DPR saja. Begitu juga
ketentuan yang sama dijabarkan lebih lanjut dalam undang-undang
turunannya, yakni UU Susunan dan Kedudukan (Susduk). Karenanya harus
diakui bahwa perubahan UUD 1945 amat membatasi kewenangan DPD,
begitu juga dalam UU Susduk. Baik Pasal 22 Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945
maupun Pasal 42 dan 43 UU Susduk menunjukan betapa terbatasnya
kewenangan DPD. DPD hanyalah ikut membahas RUU tertentu yang
berkaitan dengan otonomi daerah dan dapat memberi pertimbangan kepada
DPR saat DPR melaksanakan kewenangannya, dari ketentuan tersebut jelas
bahwa sistem bikameral yang dituangkan dalam UUD 1945 hasil amandemen
tidak sesuai dengan prinsip bikameral secara umum yang sering dituangkan
dalam teori ketatanegaraan, yaitu fungsi parlemen yang dijalankan oleh dua
kamar secara berimbang (balances) dalam proses legislasi maupun
pengawasan.

    Fungsi DPD sebagai “ko-pembahas” tentulah dimaksud “ikut membahas”
rancangan Undang-Undang dalam sidang DPR, dimana rancangan yang
   11   12   13   14   15   16   17