Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
27
mayarakat, mengadministrasikan tugas tugas pemerintahan dan pembangunan, adalah
sebagian besar dari tanggung jawab yang diembannya. Dengan berbekal kode etik
“Sapta Prasetya”, pegawai negri dituntut berprilaku bersih sehingga wibawa dan
kemuliaan memancar dari korpnya
Sudah sewajarnyalah rakyat berterima kasih kepada para “abdi” nya itu dan
kemudian menaruh hormat terhadap lembaga atau korpnya. Tidak ada alasan bagi
rakyat untuk tidak respek terhadap birokrasi. Namun ironisnya, persepsi masyarakat
selama ini terhadap birokrasi tidaklah demikian adanya. Kondisi faktual dimasyarakat
menunjukkan, bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan dengan
kekuasaan perijinan yang menjelimet, penghormatan dari meja ke meja, atau bahkan
formalisme yang eksesif.. Yang lebih parah lagi,acapkali rakyat diposisikan sebagai
pembeli jasa yang harus siap membeli tiket layanan alias amplop pelican,sekedar
untuk mendapatkan layanan birokrasi. Hal ini disebabkan karena prosedur pelayanan
yang semestinya memudahkan masyarakat sering ditunggangi kepentingan pribadi
birokrat dan tidak jarang dijadikan komoditi layak jual.
Fenomena ini berlanjut mentradisi dalam korp birokrasi, meskipun sesungguhnya
instrumen untuk menyikapinya sudah tersedia (misalnya, sistem pengawasan).
Masyarakat pengguna jasa menganggap produk layanan birokrasi itu bukan lagi
haknya yang dengan mudah dapat diperoleh (hanya dengan mengganti biaya bahan
baku produk tersebut), melainkan telah memandang birokrasi itu sesuatu yang harus
diakses dengan koneksi tertentu mirip mekanisme hukum pasar. Dengan demikian
ketentuan bahwa birokrasi memiliki kewajiban untuk melayani masyarakat menjadi
berbalik, karena masyarakatlah yang harus “pintar” melayani kemauan birokrasi
tersebut. Berangkat dari sinilah, fenomena kolusi, pungli dan penguasa perijinan
dipersepsikan oleh masyarakat identik dengan birokrasi itu sendiri.
Menyikapi keadaan yang demikian itu, wajar jika kemudian timbul pertanyaan
seputar peran birokrasi sebagai lembaga penyelenggara pelayanan masyarakat.
“Benarkah birokrat itu abdi masyarakat?”

