Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

2

 harus menghadapi bahaya dan ketidakpastian di jalan yang hendak ditapaki. Bahaya
 sakit, ditangkap, dideportasi, diperas, terpisah dari keluarga, hilang di laut atau
 kematian menjadi sesuatu yang bukan tak mungkin terjadi.

          Pasca berakhirnya Perang Dingin II, ancaman terhadap suatu negara yang
 bersifat militeristik telah bergeser ke masalah-masalah trans-nasional. Ancaman
 tidak lagi mengarah pada negara tetapi lebih terarah pada non-negara sehingga
 dikatakan sebagai ancaman keamanan non-negara (non-state security threats), baik
di tingkat nasional, regional maupun internasional itu sendiri. Ancaman-ancaman itu
 bisa berupa konflik etno-nasionalis, persebaran senjata pemusnah massal,
perebutan sumber kekayaan alam, persebaran AIDS, migrasi massal orang, perang
ekonomi dan konflik teknologi serta peredaran narkotika internasional2.

         Khususnya migrasi massal ilegal yang dewasa ini disebut sebagai
penyelundupan manusia, maka sebagai salahsatu bentuk perpindahan penduduk
antar lintas negara yang umumnya diatur oleh organisasi kejahatan, hal itu
sebenarnya merupakan salah satu bentuk kejahatan yang relatif baru, khususnya
ditengah-tengah masyarakat awam. Untuk Indonesia, kejahatan ini baru dikenal
pasca 1998-an, yakni sesudah Indonesia memasuki masa reformasi. Akibatnya,
bahkan diantara kalangan penegak hukum sekalipun, makna dan format
penyelundupan manusia atau people smuggling seringkali masih disalahartikan atau
disamakan dengan human trafficking.

         Gambar di bawah ini memperlihatkan lokasi yang biasa didatangi oleh
perahu-perahu berisi migran gelap tersebut. Adapun lokasi seperti Kalimantan Barat
merupakan pintu masuk jalan darat, sedangkan Jakarta adalah pintu masuk melalui
jalur udara.

2John McFarlane and Karen McLennan, Transnational Crime: The New Security Paradigm, Strategic
& Defence Studies Center, Working Paper no. 294,1996
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21