Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

72

c. Dari Strategi ke 3: Mengoptimalkan hasil pemilukada dengan
menjaga kesinambungan pembangunan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

          Pengaturan Pemilukada dalam UU No. 32 Tahun 2004 dimuat
dalam Bab IV tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Bagian
Kedelapan dimulai dari Pasal 59 sampai Pasal 119. Model
Pemilukada langsung yang diatur dalam UU ini merupakan salah
satu capaian besar otonomi setelah era reformasi yang menandai
pergeseran model demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris
(demokrasi langsung). Hal ini juga tidak bisa dilepaskan dari
kerangka amandemen konstitusi yang terjadi di tahun 1999 hingga
2004 yang menentukan kepala daerah dipilih secara demokratis.
Demokrasi langsung memiliki kelebihan dibandingkan demokrasi
perwakilan dalam hal: (1) Mengeliminir langgam politik oligarkis
dalam penentuan kepala daerah (kepala daerah dipilih oleh
sekelompok orang), (2) Memperkuat pola hubungan check and
balances dengan DPRD, (3) Kepala Daerah memiliki legitimasi yang
kuat karena mendapatkan mandat langsung dari rakyat,
(4) Menghasilkan Kepala Daerah yang lebih akuntabel,
(5) Menghasilkan Kepala Daerah yang lebih peka dan responsif
terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya.

          Ada sejumlah ketentuan penting tentang Pemilukada dalam
UU No. 32 Tahun 2004, yaitu: Pertama, UU No. 32/2004
menempatkan Pemilukada sebagai konsekuensi dari atau bagian
dari penyelenggaraan pemerintah daerah, bukan bagian dari pemilu.
Dalam konstitusi, ketentuan mengenai pemilu merujuk pada Pasal
22 UUD 1945, sementara pemerintahan daerah diatur dalam Pasal
 18. Kedua, Pemilukada dijalankan oleh KPUD, tapi tanpa hubungan
hirarkis dengan KPU karena KPUD bertanggung jawab kepada
 DPRD. Hal ini sebagai konsekuensi Pemilukada bukan pemilu.
Ketiga, otoritas pendanaan Pemilukada ada di tangan pemerintah
daerah. Keempat, regulasi Pemilukada mengacu pada PP No. 6
   11   12   13   14   15   16   17