Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
28
Berdasarkan studinya Transparansi Indonesia rendahnya IPK Indonesia
disebabkan oleh adanya praktek korupsi dalam urusan layanan pada bidang
bisnis, antara lain meliputi ijin-ijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, HG U, IMB, ijin
ekspor, angkut barang, ijin bongkar muat barang,), pajak (restitusi pajak,
penghitungan pajak, dispensasi pajak), pengadaan barang dan jasa pemerintah
(proses tender, penunjukkan langsung), proses pengeluaran dan pemasukan
barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar oleh polisi, imigrasi, tenaga kerja,
proses pembayaran termin proyek dari KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas
Negara). Hasil dari studi yang dilakukan Tl ini sejalan dengan Studi Integritas
yang dilakukan oleh Direktorat Litbang KPK di tahun 2007. Bahwa unit-unit
layanan tersebut seperti Pajak, Bea cukai, layanan ketenagakerjaan, dan
keimigrasian masih memperoleh nilai skor integritas yang rendah. Dengan
rentang nilai 0-10, layanan TKI di terminal 3 memiliki skor integritas yang rendah
yakni 3,45 sem entara layanan pajak m empunyai skor yang sedikit lebih baik
yakni 5,96. Skor integritas unit layanan yang ada di Indonesia ini jauh lebih
rendah dibandingkan dengan di negara lain seperti Korea. Di Korea, rata-rata
skor integritas sudah berada di 7 dan telah banyak unit layanan yang memiliki
nilai integritas di atas 8 bahkan sudah ada yang mencapai nilai 9.
Ironisnya, berdasarkan studi ini, justru rendahnya kualitas layanan yang
diterima publik selam a ini m enyebabkan tumbuhnya persepsi dalam m asyarakat
(pengguna layanan) bahwa pemberian imbalan merupakan hal yang wajar
dalam proses pengurusan pelayanan. Pemberian imbalan saat pengurusan
layanan dianggap sebagian besar responden dalam penelitian ini sebagai tanda
terima kasih atas pelayanan yang diberikan. Artinya m ereka kurang m em aham i
bahwa layanan yang mereka terima tersebut merupakan hak yang memang
seharusnya m ereka terima, sementara pemberi layanan m emang memiliki
kewajiban dan tugas untuk memberi layanan kepada mereka.
Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan kewajiban pemberi layanan
membuat mereka merasa berhutang budi sehinga m ereka membalas layanan
yang telah m ereka terima dengan memberikan imbalan kepada pemberi layanan
tersebut.