Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
50
b. Weaknesses atau kelemahan
1) Setiap instansi pemerintah telah memiliki prosedur tetap
apabila menghadapi sebuah peristiwa konflik sosial. Namun
penyusunannya tidak melalui koordinasi yang optimal,
sehingga ketika dilaksanakan kerap ditemukan tumpang tindih
tugas dan kewenangan masing-masing instansi yang terlibat
dalam penanganan sebuah konflik sosial.
2) Koordinasi unit kerja yang mengemban fungsi Intelijen setiap
intansi pemerintah tidak optimal, sehingga mereka tidak dapat
bekerja sama dalam mengantisipasi potensi konflik. Bahkan
pada konteks ketika konflik telah pecah menjadi bahaya laten,
para pengemban fungsi Intelijen juga tidak dapat
berkoordinasi secara optimal, sehingga konflik tidak
ditemukan akar masalahnya dan tidak jarang berkembang
menjadi konflik yang lebih besar.
3) Anggaran penanganan konflik sosial belum terpusat pada
pemerintah daerah. Realita selama ini setiap instansi
menggunakan anggaran yang dimilikinya untuk menangani
persitiwa konflik sosial. Masing-masing instansi melakukan
tindakan penanganan sesuai dengan alokasi anggaran yang
tersedia. Terkadang alokasi anggaran tidak mencukupi karena
kuantitas konflik dan kualitas konflik yang terjadi sangat
menyerap anggaran yang besar. Apabila anggaran
penanganan konflik sudah dialokasikan di pemrintah daerah,
maka pengelolaan anggaran untuk mendukung penanganan
konflik sosial dapat dilakukan secara optimal dan efisien.
c. Opportunities atau peluang
1) Adanya Undang-undang No 7 tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial dan Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penanganan
Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Kedua peraturan ini