Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
82
berakhir. Komunikasi dua arah utamanya dalam pertukaran
informasi tentang data potensi konflik dari masirig-masing instansi
maupun masyarakat harus terjalin secara berkesinambungan.
Pada tahap pencegahan diharapkan semua instansi terkait
melakukan dialog yang intens kepada kelompok masyarakat yang
terlibat konflik sosial, melalui tokoh masyarakat, tokoh agama, dan
tokoh adat. Setiap informasi yang didapat, dianalisis apakah
dimungkinkan konflik akan berlanjut atau sudah dapat temukan
akar masalah dan solusi atas masalah tersebut. Apabila potensi
konflik semakin menguat dan dimungkinkan akan berkembang ke
arah terjadinya konflik terbuka, maka kelompok masyarakat yang
terlibat didorong untuk melakukan dialog atau pertemuan-
pertemuan yang bersifat formal maupun non formal.
Apabila tahapan konflik memasuki fase kedua yaitu saat
terjadinya konflik, Polri selaku penanggungjawab keamanan dan
ketertiban masyarakat mengkoordinir instansi terkait untuk
melakukan langkah-langkah nyata dalam penghentian konflik
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Pada
tahapan konflik yang ketiga yaitu pasca konflik, maka Polri
mengundang kelompok masyarakat yang bertikai termasuk tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat yang dihadiri oleh
instansi terkait untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Pada
pertemuan tersebut harus lebih fokus membicarakan penyebab dan
akar masalah terjadinya konflik, dan hindari dialog yang mengarah
pada perseteruan dan saling menyalahkan.
Peran, tugas dan tanggung jawab juga disesuaikan dengan
ekskalasi konflik yang terjadi. Sepanjang konflik yang terjadi masih
dapat dikendalikan oleh Polri, maka komando dan pengendalian
berada di Polri. Namun apabila konflik tidak dapat dikendalikan
oleh Polri dan mengganggu fungsi pemerintahan, maka pimpinan
daerah menetapkan status keadaan konflik sesuai skala yang
terjadi. Untuk skala nasional, presiden menjadi penanggung jawab