Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2
84
menyebarkan kepercayaan secara umum; (4) precipitating factor
atau faktor persepsi; (5) mobilization of action atau aksi mobilitas
biasanya terkait dengan mobilitas massa; (6) the operation ofsosial
control atau beroperasinya kontrol sosial di masyarakat.
Mengacu kepada teori konflik Smelser ini, maka akar masalah
konflik harus diurai meliputi 6 (enam) hal pokok. Pertama, dalam
kondisi struktur masyarakat normal, identifikasi berbagai potensi
konflik yang ada di tengah kehidupan masyarakat. Dalami juga
sejarah konflik masa lalu yang bersumber dari potensi konflik
tersebut, misalnya sejarah konflik sosial antara suku Dayak dan
Madura selalu berulang. Di dalam kondisi normal, mereka tetap
berinteraksi. Namun apabila ada sebuah peristiwa katakanlah
perkelahian yang terjadi antara si A yang berasal dari suku Dayak
dan si B yang berasal dari suku Madura, maka yang menjadi isu di
tengah masyarakat adalah bukan perkelahian antara A dan B,
melainkan perkelahian antara Dayak dan Madura. Oleh karena itu
dalam kondisi normal, maka potensi konflik tetap penting
diidentifikasi dan selanjutnya di cari akar masalahnya.
Kedua, pada saat mulai terjadi ketegangan antara dua pihak
yang berbeda, maka segera identifikasi apa yang membuat mereka
bersitegang. Jika sudah dapat diidentifikasi maka segera tuntaskan
masalah tersebut. Contoh pada tahap ini sama seperti di atas,
ketika mulai terjadi isu perkelahian antara Dayak dan Madura, yang
sebenamya hanya perselisihan pribadi antara dua orang, maka
segera selesaikan masalah pokoknya yaitu masalah perkelahian.
Setelah itu lakukan klarifikasi kepada masing-masing kelompok dan
pengaruhi mereka untuk tidak ikut dalam perselisihan.
Ketiga, identifikasi berbagai isu-isu yang dapat mempengaruhi
kepercayaan para kelompok yang bertikai. Identifikasi optimal
hanya dapat dilakukan apabila dilakukan dialog dengan
masyarakat secara terbuka. Keempat, identifikasi berbagai
persepsi yang ditimbulkan dari masing-masing pihak yang