Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10

40

kegamangan dalam bertindak, kurang responsif dan belum
memperoleh dukungan secara memadai. Padahal pemimpin
informal dapat diarahkan agar memiliki peran yang lebih luas dalam
menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat ditengah
kemajemukan SARA di Indonesia termasuk didalamnya dalam hal
penanganan berbagai konflik sosial yang terjadi. Ditinjau dari aspek
substansi atau materi hukum, salah satu bentuk perangkat regulasi
terkait peran pemimpin informal yang dapat dijadikan rujukan dalam
penanganan konflik sosial adalah UU Rl Nomor 7 Tahun 2012
tentang Penanganan Konflik Sosial. Kehadiran UU Rl Nomor 7
Tahun 2012 sejatinya merespon dan menyikapi berbagai konflik
sosial yang marak terjadi saat ini, sehingga menjadi legalitas formal
oleh penyelenggara Negara, termasuk juga seluruh steakeholders
yang ada di daerah dalam penanganan konflik sosial yang terjadi.
Tentunya operasionalisasi pendekatan keamanan bukan merupakan
hal utama dalam penanganan konflik sosial saat ini, sehingga
permasalahan konflik sosial yang terjadi dapat ditangani secara baik
dan tuntas. Ada hal yang sensitive yang belum terwadahi secara
tuntas dalam regulasi tersebut yaitu kejelasan tentang kedudukan,
peran dan penyiapan/pembinaan pemimpin informal dalam
penanganan konflik sosial yang terjadi di daerah.

          Era reformasi dan Otda saat ini tentunya mengharapkan agar
pola penanganan permasalahan masyarakat maupun konflik sosial
yang terjadi tentunya mengedepankan kearifan lokal, dialogis cara
damai, tanpa kekerasan, namun hal itu tentunya perlu diwadahi
dalam regulasi tentang pembinaan pemimpin informal termasuk
di dalamnya tentang pemberdayaan dalam penanganan konflik
sosial yang mengedepankan peran pemimpin informal yang ada
di daerah.
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15