Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
69
memahami berbagai ketentuan/pengaturan yang terdapat
dalam empat Statuta ICC Ad Hoc yang pernah ada setelah
Perang Dunia ke II. Dengan demikian, penanganan kejahatan
internasional (pelanggaran HAM) di Indonesia diharapkan
similia similubus dengan standar atau parameter hukum (legal
parameters) dalam instrumen internasional sebagai politik
internasional.
4) Penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
seyogianya dilakukan oleh lembaga peradilan yang
independen, transparan dan akuntabilitas publiknya kuat, serta
mempertimbangkan seluruh faktor sosial, budaya dan politik.
Kejahatan internasional (pelanggaran HAM) demikian juga
penanganannya bukan semata-mata masalah hukum (legally
heavy) melainkan juga sarat dengan masalah politik (political
heavy) yang tidak identik dengan penanganan kejahatan biasa
(ordinary crimes).
5) Penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
seyogianya dilakukan dengan ketelitian dan kehati-hatian, serta
membutuhkan keahlian dan political will yang kuat dari aparatur
penegak hukumnya. Hal ini berkaitan dengan kesulitan untuk
memperoleh bukti-bukti dan kesediaan memberikan kesaksian.
Penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
seyogianya dapat mewujudkan akuntabilitas. Akuntabilitas tidak
hanya berkaitan dengan masalah tanggung jawab individual
tetapi juga tanggung jawab institusional. Tanggung jawab
individu menuntut kematangan integritas moral dan hati nurani.
Tanggung jawab institusional menuntut adanya
manajemen/administrasi peradilan yang baik untuk menunjang
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).56
56 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum& Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, him. 35.