Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
57
terlampau besar namun bersifat vital dan mendesak, seperti kebutuhan ketika
sakit atau untuk pendidikan anak. Kedua jenis kebutuhan pembiayaan ini jelas
bukan sesuatu yang biasa dilayani perbankan. Baik dikarenakan alasan nasabah
yang unbankable, maupun karena perhitungan hasil yang tidak sebanding
dengan biaya dan risiko bagi perbankan.
Dalam kaitan dengan hal ini, menarik jika dicermati bahwa BRI, dengan
BRI unit-nya, yang dianggap paling menonjol diantara perbankan konvensional
dalam layanan terhadap UMKM dan masyarakat miskin pun masih
menunjukkan kecenderungan mengutamakan penghimpunan dana daripada
pembiayaan kreditnya. Studi Detlev Holloh dan Hendrik Prins menyebutkan
per 31 Desember 2004, BRI unit berhasil menghimpun dana sekitar Rp 30
trilyun dan menyalurkannya sebesar Rp 21,3 trilyun atau hanya sekitar 71%
saja. Keadaan ini sudah jauh lebih baik, mungkin kerena kebijakan yang lebih
progresif, dibandingkan dengan keadaan per 31 Desember 2000 yang hanya
menyalurkan kredit sebesar Rp 6,7 trilyun dibandingkan dengan penghimpunan
dana sebesar Rp 18,1 trilyun, atau hanya sebesar 37%. Dalam hal kinerja BPR,
memang keadaannya lebih baik, terutama untuk kurun waktu belakangan, per
Juni 2005, yang hampir setara dengan rasio pembiayaan di BMT. Dalam kurun
waktu sebelumnya, BPR juga belum optimal dalam hal pembiayaan.
Bagaimana pun juga, BPR adalah bank, yang terikat dengan ketatnya aturan
perbankan, sehingga tetap kesulitan jika melayani mereka yang unbankable.
Selain rasio LDR/FDR, yang merupakan keunggulan dari BMT dalam hal
pembiayaan adalah rasio penyimpan dengan peminjam yang mendekati 100%,
dengan kata lain hampir semua anggota peminjam adalah juga penyimpan dana
dalam BMT. Hal ini bukan taktik atau siasat belaka, melainkan hasil dari proses
pembelajaran selama bertahun-tahun. Ada proses belajar yang sehat bagi
anggota dalam merencanakan keuangannya, sehingga transaksi pinjam
meminjam dilakukan secara rasional dan menguntungkan bagi mereka semua.
Para pengelola BMT juga mampu belajar mengelola likuiditasnya, yang sangat
terkait dengan budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.
Sebagai perbandingan, dapat dilihat bahwa jumlah rekening peminjam
- (kredit) dari BRI unit per 31 Desember 2004 adalah sebanyak 3,3 juta rekening,