Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
61
Dengan kata lain, tidak adil jika yang diperbandingkan adalah harga
sesuatu yang tersedia dijual dengan yang tidak ada persediaannya. Argumen ini
dikuatkan oleh fakta adanya persyaratan akses kepada bank yang sulit bahkan
tak bisa dipenuhi (unbankable) oleh kebanyakan nasabah BMT. Juga oleh
keengganan perbankan (pengelolanya) untuk terlampau repot mengurusi
beberapa hal teknis.
Dari sudut pandang peminjam pun masalahnya mudah difahami. Biaya
yang dikeluarkan tak hanya dihitung dengan “bunga” yang harus dibayar.
Bagaimana menghitung ongkos pembayaran cicilannya bila mereka harus
membayar 5.000 - 20.000 per hari. Katakan saja sebagai permisalan, tak ada
ongkos transportasi (padahal tak mungkin demikian, mustahil semua orang
berlokasi di dekat kantor bank), harus diperhitungkan oppurtinity cost atau
potential loss akibat waktu yang dipergunakan untuk melakukan pembayaran
cicilan tersebut. Argumen lain sebagai penguat adalah kesulitan banyak usaha
kecil untuk menyisihkan dana jika dilakukan pembayaran per bulan dengan
nominal yang setara jika dilakukan setiap hari. Rp 300.000 per bulan jauh lebih
sulit bagi mereka dibandingkan dengan Rp 10.000 per hari.
Argumen yang lebih akademis adalah mengapa jika biaya peminjaman di
BMT jauh lebih mahal dibandingkan dengan perbankan konvensional, BMT
tetap tumbuh dan berkembang, sedangkan perbankan tidak atau kurang bersedia
masuk lebih jauh ke segmen pasar itu. Sebagai usaha komersial tidak mungkin
bank akan melepaskan begitu saja potensi pasar yang menjanjikan keuntungan.
Semua ini mengindikasikan bahwa biaya peminjaman di BMT justeru murah,
sehingga pemain lain tidak bisa dengan mudah masuk ke segmen pasar ini. Ada
studi yang cukup mutakhir yang mencatat bahwa upaya beberapa bank umum
untuk masuk lebih dalam ke segmen pasar mikro berbuah kegagalan. Sekalipun
tidak ada publikasi tentang penyebabnya, dugaan yang paling rasional adalah
karena upaya tersebut merugi.
Perhatikan pula contoh fakta adanya (di Jakarta) satu bank umum yang
mulai menawarkan pembiayaan bagi kredit mikro sampai dengan Rp 15 juta,
dengan sistem jemput bola dan dipromosikan sebagai tanpa agunan. Tanpa
-agunan dimaksud jelas tidak sama dengan yang diterapkan oleh BMT, karena
tetap mensyaratkan slip gaji atau yang sejenisnya. Biaya bunga yang tercantum