Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15

41

         Status hukum BMT pada saat itu dapat dikelompokkan menjadi empat
 kelompok, yaitu
  1. BMT berstatus hukum koperasi. BMT yang berbadan hukum koperasi dalam

      melakukan kegiatan usahanya baik berupa menghimpun dana maupun
      menyalurkannya mengacu pada aturan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
      Perkoperasian, PP RI No. 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
      Simpan Pinjam oleh koperasi, Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha
     Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk
     Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah, dan Peraturan
     Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
     35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen
     Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.
2. BMT berstatus hukum yayasan. Hal tersebut mengacu pada UU No. 28 Tahun
     2004 tentang Yayasan. Penggunaan status hukum yayasan bagi BMT tidak
     sesuai dengan Buku Panduan BMT yang dikeluarkan Pinbuk.

3. BMT yang belum memiliki status hukum. Pada umumnya BMT yang belum
    memiliki status hukum menggunakan bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat
    atau Lembaga Swadaya Masyarakat.

4. BMT yang badan hukumnya belum diketahui. Hal tersebut disebabkan karena
    belum didaftarkan kepada notaris dan masih merupakan bagian dari Dewan
    Kemakmuran Masjid.

    (http://imannumberone.wordpress.com/2013/Q4/16/kedudukan-bmt-baitul-
    maal-wat-tamwil-dalam-lembaga-keuangan-di-indonesia/)

    UU Lembaga Keuangan Mikro no 1 tahun 2013 memberikan dua pilihan badan
    hukum bagi BMT yaitu Koperasi atau Perseroan Terbatas. Dengan begitu BMT
    yang berbadan hukum selain yang di atur oleh UU maka BMT tersebut harus
    menyesuaikan dengan UU Lembaga Keuangan Mikro.
   10   11   12   13   14   15   16   17   18