Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14

30

lahan dan bertahap sesuai dengan taraf perkembangan kesadaran
(awereness).

         Karakter bangsa diperlukan sebagai pijakan untuk melahirkan
kesadaran nasional dan jiwa patriotisme bangsa. Karakter bangsa juga
merupakan fondasi bagi terwujudnya bangsa yang mandiri, merdeka
dan berdaulat. Pimpinan Perguruan Tinggi bersama semua komponen
bangsa lainnya harus mengambil peran, dalam pengembangan
karakter bangsa. Membangun karakter bangsa tidak dapat
dilakukan sambil lalu melainkan harus terencana
keberlangsungan dan keberkelanjutannya. Pengembangkan
karakter bangsa merupakan pengembangan aktualisasi diri, yaitu
menyatakan keberadaan diri melalui jati diri. Bagi pemimpin Perguruan
Tinggi nilai-nilai moral dan etika ditampilkan dalam bentuk perilaku
dengan ukuran baik dan buruk, dan etika benar dan salah sesuai
dengan moral dan etika Pancasila.

         Optimalisasi peran pimpinan Perguruan Tinggi perlu
dilaksanakan dalam membangun kesadaran pada tingkat transenden.
Jika dihubungkan dengan fenomena traksaksional yang berkembang di
Perguruan Tinggi, sebenarnya bersumber dari lemahnya proses
pembelajaran dalam membangun karakter bangsa ini. Sikap toleransi,
anggapan transaksional sebagai suatu kewajaran merupakan
perkembangan karakter yang stagnan (berhenti). Perkembangan
karakter harus sampai pada tingkat pure (kemurnian, kesucian). Oleh
karena itu pimpinan Perguruan Tinggi harus menerapkan konsep
pengembangan sumberdaya manusia dengan mengintegrasikan
kemampuan kerja dengan pengembangan karakter. Pimpinan perlu
mengupayakan pertumbuhan kebutuhan transendensi orang lain
melalu pertumbuhan kesadaran pada level yang tertinggi. Masyarakat
Indonesia harus mampu merasa memiliki ikatan yang kuat sebagai
warga negara dan penduduk global, merasakan identitas diri sebagai
individu yang unik dan kemauan untuk mengorientasikan diri dalam
Rehidupan. Sebagaimana yang disampaikan Maslow dalam Soren dan
   9   10   11   12   13   14   15   16   17