Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

18

melalui perbaikan segala kelembagaan atau organ-organ yang
menyelenggarakan peradilan sehingga tedapat minimalisasi terjadinya
KKN. Kedua, aspek substansi hukum (legal substance), menyangkut
pembaruan terhadap berbagai perangkat peraturan dan ketentuan
normatif (legal reform), pola dan kehendak perilaku masyarakat yang
ada dalam sistem hukum tersebut. Ketiga, aspek budaya hukum (legal
culture), penting digunakan untuk melihat bagaimana masyarakat
menganggap suatu ketentuan sebagai sivic-minded.18

           Teori Law as a Tool of Social Angineering yang diterapkan
dalam aliran Legal Sociological Jurisprudence relevan diterapkan
dalam mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Aliran
Sociological Jurisprudence ini lahir dari proses dialektika antara
positivisme hukum dan mazhab sejarah. Dalam aliran Positivisme
Hukum, hukum tidak lain kecuali sebagai perintah yang diberikan
penguasa, sebaliknya dalam Mazhab Sejarah hukum timbul dan
berkembang bersama masyarakat. Kedua mazhab tersebut dapat
dilihat pada kepentingannya, yaitu: Positivisme mementingkan logika,
sedang mazhab Sejarah mengutamakan pengalaman. Namun,
Sociological Jurisprudence mementingkan keduanya. Oleh karena itu
dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai pandangan hidup, ideologi
negara, dan dasar negara, terdapat kesamaan dengan mazhab
Sociological Jurisprudence, karena adanya kesamaan tujuan yang
ingin dicapainya, khususnya berkaitan dengan keberadaan hukum
yang dikemukakan Roscoe Pound, sebagai law as a tool o f social
angineering.

           Legal Sociological Jurisprudence ini menitikberatkan kepada
hukum dalam konteks sosial. Menurut teori ini hukum yang dibuat agar
memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Teori
ini dikemukakan oleh Eugen Ehrlich, Rescoe Pound, dan Muchtar
Kusumaatmadja. Ehrlich (seorang ahli hukum dari Austria), dalam
karyanya yang terpenting, Principle of the Sociology o f Law, mengenai

       wlbid., him. 166.
   11   12   13   14   15   16   17