Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2

58

      Persoalaan yang berkaitan dengan regulasi yang memberikan
kelonggaran dalam pengelolaan keuangan negara, mengakibatkan
dari sisi penegakan hukumnya atau dalam implentasinya akan
mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut muncul pada saat aparat
penegak hukum melakukan pembuktian terhadap perbuatan
melawan hukum. Hal ini sejalan dengan temuan KPK bahwa
banyak peraturan dan kebijakan, baik dari pemerintah pusat
maupun daerah, yang didesain untuk melegalkan sesuatu yang
ilegal.

      Kondisi itu tentunya harus segera ditangani, sehingga
pemerintahan yang bersih dapat dicapai. Semua peraturan yang
dibuat oleh aparatur pemerintahan yang terindikasi dapat
melegalkan perbuatan penyalahgunaan keuangan negara yang
tidak sesuai dengan ketentuan harus direvisi kembali. Demikian
pula ketentuan yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU
no 20 Tahun 2001 tentangTindak Pidana Korupsi yang masih
banyak pro kontra tentang penerapan pasal 2 dan pasal 3, dan
juga pasal 12B tentang gratifikasi, dan pasal-pasal lainnya.

      Selanjutnya penerapan hukum terhadap UU No.8 Tahun 2010
tentang Pencucian uang, yang masih menimbulkan pro kontra
tentang kewenangan penuntutan yang tidak dimiliki oleh KPK,
namun KPK tetap melakukan penuntutan terhadap perkara-perkara
tindak pidana pencucian uang, demikian juga dengan masalah
tempos delicti-nya. Disampiong itu undang undang itu berpotensi
terjadi tumpang tindih kewenangan antara KPK, Kejaksaan dam
Kepolisian. Perubahan ketentuan hukum tersebut akan lebih
optimal dalam meningkatkan pengembalian uang negara terutama
hasil perampasan tindak piodana korupsi dan pencucian uang.
Oleh karena itu, penyusunan dan penataan ketentuan bam terkait
dengan landasan hukum bagi pemberantasan tindak pidana
korupsi, akan dapat memberikan landasan dan pemahaman hukum
yang sama bagi aparat penegak hukum, sehingga proses
pemberantasan tindak pidana korupsi dapat berjalan dengan
   1   2   3   4   5   6   7