Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
26
Kegiatan usaha perkebunan mengacu kepada UU No. 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan, dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria dalam hal
penyediaan tanah untuk perkebunan. Salah satu rujukan utama untuk rencana
perkebunan disamping UU perkebunan dan UUPA, juga Undang-Undang 26 Tahun
2007 tentang penataan ruang, karena Tata Ruang yang sesuai untuk kegiatan
perkebunan adalah pada Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) atau Areal
Penggunaan Lain (APL) yang harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi maupun Kabupaten yang dalam Skala propinsi Kalimantan Tengah
sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2003 harus berada pada Kawasan Pengembangan
Produksi (KPP) ataupun Kawasan Pemukiman dan Peggunaan Lain (KPPL).
Kementerian kehutanan juga melalui kebijakan pelepasan kawasan hutan
mengakomodir pembangunan perkebunan pada kawasan hutan, hal ini diatur melalui
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan
dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-I1/2010
tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi,
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-ll/2010 tentang Tukar Menukar
Kawasan Hutan, serta Peraturan Menteri Kehutanan No. P.34/Menhut-I1/2010
tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, sehingga secara hukum dapat
diperkenankan tetapi secara konservasi ada warning keras agar tidak dilaksanakan.
Kendala terkait regulasi dan kebijakan dalam upaya optimalisasi industri
pengelolaan kelapa sawit adalah masih adanya penolakan dari pengusaha untuk
membangun Kebun Plasma Rakyat. Hal ini seperti kasus yang terjadi pada tahun
2011 di mana sedikitnya delapan perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta di
Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah
(Kalteng) menolak membangun kebun plasma rakyat di lahan Hak Guna Usaha
(HGU). Di wilayah Kecamatan Parenggean terdapat 13 investor perkebunan kelapa
sawit dan delapan diantaranya menolak membangun kebun plasma atau kemitraan
dengan masyarakat. Delapan Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang menolak
membangun kebun plasma itu adalah PT Uniprimacom, Tunas Agro Subur Kencana
(PT TASK), Swadaya Sapta Putra (PT SSP), Sapta Prima Multi Niaga (PT SPMN),
Nusantara Sawit Persada (PT NSP), Bangkit Giat Usaha Mandiri (PT BGUM),
Adiyaksa Darma Satia (PT ADS), Sawit Mas Parenggean (PT SMP). Penolakan
pembangunan kebun plasma sebesar 20 persen dari total luasan HGU yang dimiliki