Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14

28

  persoalan pada tahap awal pengelolaan SKA kelapa sawit masih dihadapkan pula
  oleh paradigma yang kurang efisien dan produktif.

           Kondisi tersebut tercermin dari pengelolaan SKA kelapa sawit yang belum
  terpadu, karena masih terfokus pada hasil panen buahnya saja dan pengelolaan SKA
  kelapa sawit yang belum dikombinasikan dengan peternakan sapi. Jika nantinya
  usaha peternakan terpadu ini dijalankan maka ketersediaan pakan tidak lagi menjadi
  kendala. Selain itu, Kalimantan Tengah juga memiliki sapi lokal yang oleh
 masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah dinamakan juga sapi itah. Sayangnya,
 permasalahan yang dihadapi adalah produktivitas dan populasi rendah, penyediaan
 bibit masih sangat kurang, baik jumlah maupun mutu.

          Kebijakan pembangunan peternakan di Propinsi Kalimantan Tengah dewasa
 ini lebih ditekankan pada upaya untuk berswasembada daging. Untuk mencapai
 tujuan tersebut diperlukan adanya program-program terobosan yang mampu
 memacu khususnya untuk peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak,
 mengingat saat ini produksi lokal hanya bisa mensuplai 45 - 50%, sementara
 sisanya masih mendatangkan ternak dari luar Kalimantan Tengah sekitar 7.000 ekor
setiap tahunnya.

         Sinergitas antara industri sawit dan peternakan sapi tersebut didasarkan pada
kondisi bahwa sapi masih menjadi komoditas utama di Kalimantan Tengah dalam
pemenuhan kebutuhan daging daerah. Permasalahan yang dihadapi adalah
produktivitas dan populasi sapi masih rendah, penyediaan bibit masih sangat kurang,
baik jumlah maupun mutu. Kondisi ini erat kaitannya dengan angka kelahiran yang
rendah, yaitu 13,24% (parameter angka kelahiran nasional 19,28%) dan jarak
beranak (calving interval) yang panjang (rata-rata > 15 bulan) (Utomo, 2005).
Pemberian pakan oleh peternak yang hanya rumput alam dimana kandungan protein
dan energinya rendah (Widjaja et a/., 2002) diduga berdampak luas bukan hanya
pada pertambahan berat badan saja, juga pada reproduktivitas ternak.

        Sinergitas antara industri sawit dan peternakan sapi menghasilkan rataan
produksi feces per ekor sapi dewasa (dengan rataan bobot badan sekitar 300 kg) per
hari sekitar 15 kg dan rataan produksi urine sekitar 12 liter per ekor per hari. Secara
teoritis dapat dihitung bahwa daya pupuk per ekor sapi tersebut per tahun sekitar 2,5
hektar efektif. Bila proporsi perkebunan rakyat ini 20% dari total luas perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah, maka untuk mempertahankan
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18