Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15

17

pendidikan yang bukan ‘barang’ pasar tenaga kerja semata-mata,
melainkan manusia seutuhnya yang terjun ke dunia kerja dengan
selalu mengedepankan kepedulian terhadap sesama, dan ini adalah
noktah-noktah yang ketika bergabung dengan yang lain membangun
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, yang merupakan
gambaran terwujudnya Ketahanan Nasional. Dari perspektif ini,
tindakan Kekerasan merupakan kebalikan dari sila ke-2 ini.

         (3) Persatuan Indonesia: kekerasan tidak pernah mampu
membangun persatuan yang egaliter, karena persatuan yang
dibentuk oleh kekerasan adalah penguasaan (kooptasi). Sejarah
bangsa Indonesia memperlihatkan, persatuan Indonesia terbentuk
didasarkan atas kesamaan nasib, ideologi, dan cita-cita. Artinya,
persatuan Indonesia terbentuk berkat kesadaran untuk bersama-
sama membangun kehidupan yang lebih baik (adil dan makmur)
dalam bingkai NKRI. Sila ke-3 ini sesungguhnya merupakan patron
bagi bangsa Indonesia dalam membangun persatuan dalam
berbagai bidang kehidupan. Bahwa pembangunan karakter, guliran
pendidikan vokasional, harus dilakukan melalui kesetaraan,
penyamaan persepsi, tujuan, keinginan, dan cita-cita—yang pada
gilirannya melahirkan persamaan tafsir atas Indonesia dan ke-
Indonesiaan, dan ini secara tidak langsung memperkokoh
Ketahanan Nasional. Persatuan (penyatuan ideal) tidak bisa
dilakukan melalui inisiasi yang mengandung unsur-unsur
pemaksaan atau kekerasan.

         (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan: bahwa tata hidup harus
dibangun dengan berlandaskan sikap-sikap yang bijaksana dalam
kebersamaan yang kuat. Dialog menjadi salah satu proses yang
dikedepankan. Sebaliknya, tindak kekerasan merupakan perwujudan
dari kebuntuan dialogis. Bahkan penentangan terhadap cara-cara
bijaksana dan perdamaian.

         (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
Keadilan adalah ekuilibrium. Keseimbangan. Menempatkan sesuatu
   10   11   12   13   14   15   16   17