Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
17
(terutama sejak awal 1980-an) serta telah menjelma dalam praktik
penyelenggaraan kenegaraan.
Dengan landasan berpikir seperti demikian, seyogyanya
kebijakan nasional optimalisasi pencegahan kebakaran hutan dan
lahan mampu menciptakan suatu kondisi kesejahteraan bagi pengguna
sumber daya alam serta menjamin kelestariannya.
10. Tinjauan Pustaka
a. Hotspot (titik panas)
1) . Pengertian
Hotspot merupakan titik panas di permukaan bumi yang
merupakan indikasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan
(Arief 1997 dalam Ratnasari 2000). Menurut LAPAN (2004)
hotspot atau titik panas adalah parameter yang diturunkan dari
data satelit dan didindikasikan sebagai lokasi terjadinya
kebakaran hutan dan lahan. Istilah lain yang menggambarkan
titik terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah fire spot.
Banyak kalangan mengusulkan bahwa banyaknya hotspot
bukan berarti mengindikasikan kebakaran, namun menurut
Anderson et al. (1999), hotspot searti dengan fire spot.
Selanjutnya, Ratnasari (2000) menjelaskan bahwa data hotspot
dari satelit dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya
kebakaran hutan dan lahan, baik itu berupa kebakaran tajuk
(crown fire), kebakaran permukaan (surface fire), maupun
kebakaran bawah tanah (ground fire).
2) . Pemanfaatan data hotspot
Satelit Advanced Very High Resolution Radiometer-
National Oceanic and Atmospheric Administration (AVHRR-
NOAA) yang awalnya ditujukan untuk pemantauan iklim dan
cuaca, sering digunakan untuk pemantauan kebakaran hutan
dan lahan karena memiliki sensor yang dapat membedakan
suhu permukaan di darat maupun di laut. Kelebihan lain adalah

