Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
5
peradilan umum, bukan peradilan militer, sedangkan peradilan militer
dikhususkan untuk mengadili anggota T N I yang diduga melakukan
kejahatan militer, misalnya desersi, pembangkangan, dan pencurian
aset atau informasi penting militer5 Permasalahan tersebut memang
terlihat akan lebih mudah bila hanya sekedar menyusun kitab
perundang-undangannya saja, tanpa mempertimbangkan faktor
psikologis dan kultur yang sudah mengakar dikalangan militer.6
Bentuk dari inkonsistensi Undang-undang T N I dewasa ini
dapat kita lihat dalam realita kehidupan sehari-hari melalui berbagai
media massa, seperti pada kasus tentara T N I-A L yang sedang
berjaga di sebuah lahan yang masih menjadi obyek sengketa di
Pengadilan Tinggi, menembaki para warga yang berusaha untuk
menghentikan proses penggarapan lahan yang ketika itu tengah
dilakukan oleh P T. Rajawali Nusantara. Dalam peristiwa tersebut
empat orang tewas ditembak dan satu orang anak cedera terkena
tembakan peluru prajurit TN I. Perbuatan tersebut sangat bertolak
belakang dengan tugas pokok T N I menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam hal penanganan hukumnya, proses penyidikan
awalnya dilakukan oleh Kepolisian Resort Pasuruan segera setelah
kejadian tersebut, akan tetapi pada keesokan harinya Polisi Militer
Angkatan Laut (P O M A L ) langsung mengambil alih penyidikan dengan
alasan bahwa para tersangka adalah prajurit T N I (militer). Ketiga belas
tersangka ditahan dan diperiksa oleh PO M A L satu hari setelah
kejadian, dan pada tanggal 24 September 2007, para tersangka
dilepas karena masa tahanan mereka telah habis dan semuanya
disangkakan dengan pasal-pasal dalam KUHP, yakni Pasal 338
5http://www.ahmadhervawan.com/opini-media/hukum/7352-staqnasi-
peradilan-militer.html. Ibid.
6httP://www.kabarindQnesia.com/hoki2.ico, Peradilan Militer Butuh Proses
Panjang, diakses pada tanggal 18 Juli 2010, Pukul 19:45 W IB

