Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
73
memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi dinamis dan melalui
pertukaran silang budaya yang beraneka ragam. Dalam konteks hubungan
antar umat beragama, sikap pluralistik ini yang tumbuh dari penghayatan
yang mendasar terhadap nilai toleransi, diwujudkan dalam bentuk
pemahaman ganda; di samping pengakuan terhadap perbedaan yang
melekat pada masing-masing agama, juga kesediaan melakukan dialog
dan kerja sama atas dasar kesamaan nilai keadaban yang melekat pula
pada semua agama. Setiap agama memang memiliki dogmanya sendiri
yang disitu mereka berbeda satu sama lain, tetapi etika dan perilaku
agama-agama memiliki banyak kesamaan. Sikap ini yang oleh Panikkar
(dalam Muawiyah, 2006) disebut dengan sikap pararelisme, suatu sikap
lebih konstruktif dalam menghadapi perbedaan agama dari pada sikap
eksklusif dan inklusif. Menurut Panikkar, sikap ini dapat memberikan
keuntungan yang sangat positif; toleran dan hormat terhadap agama yang
lain serta tidak mengadili mereka. Sedangkan menurut Fanani (2006),
pluralisme mengakui perbedaan sebagai sebuah realitas yang pasti ada di
mana saja. Justru, dengan pluralisme itu akan tergali berbagai komitmen
bersama untuk memperjuangkan sesuatu yang melampaui kepentingan
kelompok dan agamanya. Kepentingan itu antara lain adalah perjuangan
keadilan, kemanusiaan, pengentasan kemiskinan, dan kemajuan
pendidikan.
Agar seorang individu dapat memiliki sikap tenggang rasa dan
menghormati perbedaan agama, maka seyogianya sejak kecil nilai-nilai
tersebut ditanamkan melalui berbagai kesempatan, baik yang berupa
wacana maupun tindakan-tindakan nyata. Dalam hal ini keteladanan sikap
dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitar individu berpengaruh
sangat besar.
Agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia
untuk dapat menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan
bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Sayangnya, dalam kehidupan yang
nyata, agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan
kehancuran umat manusia, Di Indonesia juga terjadi serangkaian kejadian
pahit seperti di Poso, Ambon (1999-2000); Surabaya, Situbondo dan

