Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

H.L.A Hart mencoba membaha alternatif tingkat perkembangan
 masyarakat yaitu “primary Rules of Obligation” dan “secondary Rules
 of Obligation” yang pertama bercirikan peraturan dalam masyarakat
 tidak begitu terperinci dan resmi tak mengenal diferensiasi dan
 spesialisasi badan penegak hukum karena habitat hukumnya adalah
 komunitas kecil dengan tingkat homogenitas yang tinggi baik aspek
 tujuan, kepentingan maupun orang-orangnya sehingga peraturan
 yang sederhana itu dirasa cukup menjamin keberlangsungan sistem
 sosialnya.

          Tipe masyarakat kedua adalah sangat meningginya
spesialisasi, disertifikasi di bidang hukum seperti apa saja yang
merupakan “Rules of recognition” tata cara perubahannya “rule of
change” serta bagaimana sengketa diselesaikan “rules of
adjudication” type ini. Sebagai konsekuensi masyarakat maju dan
modern dengan masyrakatnya yang homogenitasnya rendah baik ras,
etnis, pekerjaan, asosiasi, tujuan dan sebagainya.

          Jadi dengan pentipologian masyarakat diharapkan hukum
harus jeli, artinya hukum yang bagaimana yang cocok, bagaimana
penegakannya agar sejalan dengan tingkat perkembangan
masyarakat itu, dengan kata lain hukum harus selalu siap untuk
berubah menyesuaikan diri dengan masyarakat.

          Pada dasarnya kelas yang tinggi “modern” dimana hubungan
antar anggotanya lebih bersifat solidaritas organik, maka hukum tidak
cukup dijalankan oleh institusi informal, kepada adaptasi dan
sebaginya tetapi memberikan perangkat yang jelas, tegas, rasional
yang dibentuk khusus untuk itu yaitu birokrasi. Institusi inilah sebagai
penggerak penegakkan hukum. Dalam institusi ini masih di
spesialisasi menurut kompetensi tertentu seperti masalah pidana,
perdata, administrasi dan sebagainya, namun di Indonesia tampaknya
tidak seperti itu, artinya perubahan, perkembangan masyarakatnya
titik puncaknya ketika kemerdekaan 17 Agustus 1945

                          18
   11   12   13   14   15   16   17