Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2

32

  hukum baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
  maupun bemegara. Pendidikan bagi aparat penegak hukum
  tidak semata-mata tuntutan akademis tetapi lebih dari itu
  adalah karena tuntutan kebutuhan, atau tidak semata-mata
  berorientasi pada penguasaan materi pelajaran tetapi lebih
  dari itu adalah untuk menemukan pemecahan persoalan
  yang menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan tugas,
 fungsi dan peranannya. Dengan demikian, tingkat
 pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap
 kemampuan aparat penegak hukum dalam memecahkan
 persoalan-persoalan hukum yang dihadapinya.

          Aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim), hanya
 anggota Polisi yang tidak dipersyaratkan Sarjana Hukum.
 Bagi Polri dalam kedudukannya sebagai alat negara
 menempati posisi terdepan dalam hal penegakan hukum
 bersentuhan langsung dengan warga masyarakat justru
 mempunyai tingkat rata-rata pendidikan yang terendah yaitu
 Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) kemudian dididik
 selama lima bulan didalam Sekolah Bintara Polri. Tentunya
 kemampuan tersebut tidak dapat mengimbangi masyarakat
yang dilayani dan kemajuan teknologi yang mengantarkan
pada modus operandi kejahatan yang semakin canggih.
Pendidikan yang menghasilkan perwirapun telah dilakukan
oleh Polri yaitu melalui Akademi Kepolisian (AKPOL),
Sekolah Calon Perwira (SECAPA), dan Perwira Polisi
Sumber Sarjana (PPSS) yang kesemuanya ini jumlahnya
tidak banyak.

         Pendidikan Kejuruan yang terkait dengan
penegakkan hukum (Pendidikan Reserse. Lalu lintas)
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan hanya bisa
diikuti kurang dari 30 % anggota. Demikian juga pendidikan
pengembangan Yaitu Perguruan Tinggi llmu Kepolisian
(PTIK), Sekolah Lanjutan Perwira (SELAPA), dan Sekolah
   1   2   3   4   5   6   7