Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
demo yang kadang sekedar atau asal demo agar memperoleh
pemberitaan di media, maka timbul istilah plesetan kata demokrasi
menjadi udemo-crazy’.
Demokrasi sangat dekat dengan kebebasan yang amat luar
biasa, sebagian ada yang dilakukan dengan cara demo yang
mendekati cara-cara yang “crazy”. Peristiwa terbunuhnya ketua
DPRD Sumatra Utara oleh para demonstran menjadi salah satu
tragedi dari kebebasan berdemokrasi, yang dilaksanakan bukan saja
secara “crazy”, melainkan sudah masuk kategori biadab.7
Pelaksanaan pesta demokrasi yang lebih berorientasi pada
prosedural telah mengebiri roh demokrasi. Prosedur, persyaratan,
ketentuan sebagai aturan main dalam demokrasi pelaksanaan
pemilu dirumuskan oleh dominasi kekuatan partai. Apalagi juga
terdengar adanya suara-suara sumbang bahwa banyak partai tidak
mempunyai dasar ideologi yang jelas, sangat lemah atau kecil
dengan dasar coba-coba, sehinga tidak mampu memperjuangkan
kadernya sendiri. Belum lagi, pelaksanaan demokrasi yang lebih
mendasarkan pada tahapan-tahapan, dan aturan seperti tersebut
telah mendegradasikan peran partai lebih sebagai rental kendaraan
menuju memperebutkan kekuasaan.
Semakin jelas terlihat batas antara kawan dan lawan dalam
politik sangat tipis, tergantung pada kepentingan. Suatu saat bisa
menjadi kawan, dan pada kesempatan lain menjadi lawan, demikian
seterusnya.
Politik ideologi secara fondamen sudah tidak lagi menjadi
pegangan, dan bahkan menjadi kutu loncat dari satu partai ke partai
lain, keluar dari partai yang satu masuk atau mendirikan partai baru
menjadi hal yang lumrah dan bahkan merasa bangga tanpa ada
sedikitpun perasaan bersalah. Pecundang partai menjadi berita dan
siaran media.
7 Sutejo K. Widodo, Makalah Disampaikan Dalam Diskusi Sejarah “WAJAH DEMOKRASI DI
INDONESIA” Diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Jogjakarta,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Di LPMP Semarang, 30-31 Maret 2009

