Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11

menghormati, saling menghargai dan toleran antar sesama manusia

nampaknya mulai terkikis dan menipis. Justru yang sering kita temui

adalah terjadinya konflik, bentrokan, gesekan, permusuhan,

keributan dan tindakan anarkis.

Karakteristik bangsa Indonesia yang sangat heterogen bisa

menjadi potensi konflik besar bila sikap toleran diabaikan. Kasus

kekerasan bukan hanya terjadi sekali atau dua kali terjadi, tetapi

sudah sering kali mewarnai kehidupan masyarakat kita. Boleh

dikatakan masyarakat kita, tiada hari tanpa konflik. Ada

kecenderungan untuk menyelesaikan masalah dengan cara

kekerasan, bukan musyawarah atau dialog.

Sikap toleransi, tepo seliro, menghargai sesama yang dulu

begitu kita agungkan, ternyata sekarang secara perlahan mulai

terkikis diterjang derasnya gelombang globalisasi yang dibonceng

demokrasi. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dulu menjadi

perekat tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, seolah tak

berdaya menghadapi luapan emosi masyarakat. Demikian juga, ciri-

ciri hidup bangsa Indonesia yang terkenal hidup guyub, rukun,

gotong royong, bersatu dan penuh toleransi, cenderung makin

melemah. Menurunnya sikap toleransi dan pemahaman terhadap

kebhinekaan dan pluralisme begitu terasa. Kita mulai mengingkari

cita-cita luhur perjuangan para pendahulu bangsa dalam

mempersatukan wilayah nusantara yang sarat keberagaman.

Terkikisnya sikap toleransi dan saling menghormati tentu tidak

boleh dibiarkan, karena dapat membahayakan persatuan dan

kesatuan bangsa, membahayakan keutuhan wilayah NKRI serta

akan memperlemah salah satu pilar kebangsaan, yakni Bhineka

Tunggal Ika.

c. Kebebasan Berfikir dan Beragama

Berfikir merupakan hak setiap orang untuk membentuk

pendapatnya, memberi penilaian terhadap berbagai pola kehidupan

kemasyarakatan dan kenegaraan, mempunyai pandangan politik

tersendiri.

              27
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16