Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4

20

hanya mau berkompromi, tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan
secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkan
secara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri
mereka yang mengusahakan ketertiban sosial.
3). Taraf sesudah konvensional

           Pada tahapan ini, penaiaran moral yang dilakukan sudah
mengacu pada prinsip-prinsip dan kesadaran individual. Seseorang
yang berada pada taraf ini akan menilai suatu perilaku dalam konteks
masyarakat atau nilai-nilai moral pribadi yang dimiliki dan juga diterima
oleh masyarakat sekitar ( prinsip hati nurani ). Pada taraf ini seorang
individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan
berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah dan yang dapat
diterapkan entah prinsip itu berasal dan otoritas orang atau kelompok.

           Jika kepercayaan menjelaskan tentang sesuatu, maka nilai
menjelaskan bagaimana seharus sesuatu itu terjadi. Nilai mengacu
kepada apa atau sesuatu yang oleh manusia atau masyarakat
dianggap paling berharga. Timbulnya nilai berasal dan pandangan
hidup suatu masyarakat. Ada standar kebenaran yang harus dimiliki
oleh nilai, yakni sesuatu yang diinginkan oleh semua orang dan layak
untuk dihormati. Masyarakat selalu memperjuangkan dan membela
nilai-nilai dasar, seperti kasih, kebaikan, keindahan, persaudaraan,
persahabatan. Nilai-nilai dasar inilah yang dapat menyatukan
masyarakat multikultur.

b. Teori Multikulturalisme

          Menurut Bannet 1995, Jarry dan Jarry 1991, Nietto1992, Watson
2000 ( dalam Parsudi, 2004 ) mengemu-kakan bahwa multikulturalisme
adalah sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan. Multikulturalisme menjadi acuan keyakinan untuk
terwujudnya pluralisme budaya, terutama memperjuangkan kesamaan
hak dan berbagai golongan minoritas baik secara hukum amaupun
sosial. Dalam perjuangan tersebut multikulturalisme merupakan acuan
yang paling dapat diterima dalam masyarakat yang demokratis karena
   1   2   3   4   5   6   7   8   9