Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
52
(LBH, 2012), hanya 30 persen kasus yang dilaporkan ke BNP2TKI
terpecahkan.
Sejumlah besar kasus tidak pemah dilaporkan ke pemerintah yang
berwenang, dan dengan demikian tidak mempunyai kesempatan untuk
dipecahkan. Hasil studi Institute for Ecosoc Rights (2012) terhadap bekas TKI
di tiga kabupaten menemukan banyak kasus TKI yang tidak dilaporkan atau
tidak diurusi oleh penguasa yang berwenang. Dari sekian banyak TKI yang
mengalami masalah, hanya 45,3 persen yang menyatakan bahwa mereka
tidak melaporkan kasus ke siapapun, sementara 57,2 persen yang melapor
ke pihak berwenang menyatakan bahwa kasus mereka tidak ditangani. Studi
juga menemukan bahwa TKI yang melaporkan kasus mereka, tidak satupun
laporannya diteruskan ke penguasa penegak hukum, namun ke pihak yang
justru tidak punya wewenang, seperti kepala Rukun Tetangga, Kepala Desa
atau pemimpin agama setempat. TKI luar negeri melaporkan bahwa jauh
lebih mudah untuk mengakses orang-orang tersebut ketimbang petugas
penegak hukum.
Ada empat alasan utama mengapa TKI bermasalah tidak melaporkan
kasus mereka; 1) takut disalahkan atau berakhir dengan lebih banyak
masalah dengan melaporkan kasus mereka; 2) tidak punya pengetahuan
kemana atau siapa yang dilapori kasus mereka; 3) tidak cukup dana untuk
menutupi konsekuensi dengan melaporkan kasus, termasuk layanan untuk
mengatasi kasus; dan 4) takut dipermalukan bila masyarakat mengetahui
masalah mereka. Hal ini terkait dengan status sosial TKI di mata masyarakat,
sebuah status yang sering tergantung dari jumlah gaji yang diperoleh selama
bekerja di luar negeri.
Ada banyak TKI luar negeri mengalami penanganan kasus yang
kurang baik, lemahnya layanan bantuan hukum, khususnya di tempat asal
mereka. Penguasa penegak hukum yang berwenang dan pemerintah daerah
tidak memiliki infrastruktur memadai dalam menangani kasus TKI luar negeri
dan tidak ada standar dasar penanganan kasus yang mudah diakses oleh TKI
luar negeri. Hal ini semakin diperparah dengan; 1) sumber daya yang tidak
memadai untuk mengurusi jumlah kasus yang banyak; 2) penguasa
berwenang tidak memiliki pemahaman yang cukup atas kasus dan solusinya;

