Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

34

 perekonomian nasional, dalam jangka waktu pendek, merupakan syarat
 pokok, namun bukan berarti sebuah syarat cukup (sufficient condition)
dalam mengantisipasi arus globalisasi dengan tekanan tanpa henti, agar
segera tercipta liberalisasi perdagangan dan investasi internasional. Di sini
yang dibutuhkan adalah adanya suatu pemahaman dan kesediaan untuk
menerima persyaratan mengenai pentingnya upaya ā€œharmonisasi dan
standardisasiā€ termasuk dalam bidang trade protection, facilitations and
arrangements.

     Kemudian studi tentang dayasaing industri domestik masih tampak lebih
dominan didasarkan pada berbagai laporan indeks dayasaing dari lembaga
internasional seperti UNIDO dan WEF. Laporan WEF (2012) terkait dengan
lingkungan ekonomi makro, menyebutkan bahwa lingkungan ekonomi
makro Indonesia masih kondusif untuk melakukan bisnis ditandai dengan
kinerja lingkungan ekonomi makro di peringkat ke-25, beberapa indikator
lainnya seperti inflasi (ranking ke-81) dan peringkat kredit negara (ranking
ke-52) yang masing tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya. Dua
tipe studi yang bersifat makro dan tradisional lainya yaitu, a) biasanya
terfokus pada kajian efek multiplier, forward-backward lingkages dari Hulu-
Hilir suatu industri dengan menggunakan koefisien input-output; dan b)
peggunaan alat analisis domestic resource cost (DRC).

    Pada tingkat ekonomi mikro, beberapa penelitian dengan fokus pada
kondisi dayasaing industri domestik menujukkan masih rendahnya iklim
persaingan dan rendahnya efisiensi pada industri manufaktur domestik di
Indonesia dan kecenderungan terjadinya deindustrialisasi (Setiawan,
Emvalomatis, dan Lansink, 2012a dan 2012b; dan Ruky, 2008). Hasil
penelitian dari LP3E-UNPAD (2013) menunjukkan bahwa tercipta
konsentrasi industri manufaktur domestik di Indonesia dengan tingkat
konsentrasi pada 4 perusahaan dominan (CR4) rata-rata berkisar antara
0,4-0,6 dan tingkat efisiensi yang rendah selama periode 1995-2010.
Ikhsan (2007) juga menemukan adanya tingkat efisiensi yang rendah pada
sektor industri manufaktur di Indonesia dengan rata-rata berkisar antara
0,3-0,6. WEF (2012) pun menyatakan bahwa dayasaing perekonomian
Indonesia adalah masih berada pada tingkat factor driven, dari tiga tahapan
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13