Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
-$2-
Pengesahan yang dilakukan secara sepihak oleh anggota DPRA pada
masa akhir priode 2004-2009 tentang Qanun Jinayah dan Qanun Acara
Jinayah banyak mendapatkan pertentangan baik kalangan akademisi,
praktisi dan juga masyarakat. Mahasiswa yang melakukan aksi terkait
pengesahan sepihak dipandang sebelah mata oleh pihak legislatif
(DPRA). Aksi mahasiswa dan praktisi yang tergabung dalam LSM -
HAM meminta untuk menunda pengesahan kedua qanun tersebut. Pro
dan kontra terhadap kedua qanun tersebut, khususnya menyangkut
jenis hukuman bagi pelaku zina dimana terdapat salah satu pasal yang
diperdebatkan dan dipertentangkan yaitu masalah hukuman rajam
(uqubat), yaitu hukuman mati bagi pelanggar syariat islam (dalam hal ini,
zina) dengan lemparan batu. Bagi pelaku yang belum menikah maka
dihukum dengan hukuman cambuk sebanyak 100 kali cambuk. Menurut
Ifdal Kasim bahwa pemberlakuan hukuman rajam melanggar konvensi
internasional tentang anti penyiksaan yang telah diratifikasi dengan UU
No. 5 Tahun 1998, juga melanggar hukum positif lainnya yang berlaku
di Indonesia.
Reaksi dengan bahasa yang lebih keras pernah juga disuarakan oleh
Hendardi, pimpinan Setara Institut, sebuah yayasan yang dibiayai oleh USAids
dengan menyatakan:41
Hukum cambuk, rajam bahkan hingga meninggal yang sudah
diputuskan anggota DPRA, kata Hendardi mantan Ketua PBHI,
merupakan bentuk penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan
merendahkan martabat yang bertentangan dengan Konvensi Anti
Penyiksaan, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Putusan
itu bertentangan pula dengan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, UU
HAM, UU Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan, dan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, ujar aktivis
yang dikenal vokal ini. Ke depan, Hendardi sangat berharap pimpinan
Partai Aceh (PA) yang secara signifikan menguasai kursi mayoritas,
untuk melakukan legislative review sebagai bentuk komitmen dan
konsistensinya pada prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana
tercantum dalam MoU Helsinki. Legislative review adalah sah dilakukan
jika para anggota DPR Aceh karena qanun jinayat dan qanun hukum
acara jinayat jelas bertentangan dengan HAM. Legislative review
adalah ujian pertama anggota parlemen yang berasal dari Partai Aceh,
41 Diunduh dari http://www.harian-aceh.com/nusa/3722-pengesahan-qanun-jinayat-setara-
min..., tanggai 28 Mei 2014, pukul 0938 WIB.

